Suatu hari hiduplah sepasang kakek-nenek yang miskin di
Mexico. Kapanpun kau mengunjungi rumah mereka, akan selalu ada ayam-ayam
berlarian. Setiap pagi ayam jantan akan membangunkan mereka dan para tetangga
juga akan terbangun.
Walaupun ayam-ayam itu bisa bertelur dan juga bisa dibuat
kaldu ayam yang enak, mereka juga merepotkan ketika mereka buang kotoran
sembarang di jalan. Si nenek harus membersihkan kotoran-kotoran ayam itu setiap
pagi. Juga pada saat itu, orang-orang miskin berjalan bertelanjang kaki dan
ketika mereka menginjak kotoran ayam, rasanya akan sangat tidak nyaman di
antara jari-jari kaki. Suatu waktu, kotoran ayam itu kadang menempel sepanjang
perjalanan dan bahkan terbawa hingga pulang.
Walaupun pasutri tua itu seringkali merasa ayam-ayam mereka
menyebalkan, mereka menerima ayam-ayam itu sebagai bagian dari hidup mereka
seperti para pendahulu mereka sebelumnya selalu memelihara ayam di sekitar
mereka. Mereka juga bersyukur bisa memakan telur dan daging ayam, jadi tidak
ada alasan bagi mereka untuk mengubah keadaan ini.
Para tetangga seringkali komplain kepada pasutri tua itu
karena ayam jago mereka membangunkan para tetangga pagi-pagi sekali. Tetapi
pasutri tua itu selalu meminta maaf dan tetap memelihara si ayam jantan. Itu
hanya selalu terjadi seperti biasanya.
Akhirnya pasutri tua yang miskin meninggal dan anak-anak mereka pindah ke
rumah mereka. Anak-anak mereka memiliki uang yang lebih banyak, jadi mereka
berpikir, “untuk apa memiliki ayam-ayam
ini yang selalu membuat berantakan halaman kita. Kita bisa membeli telur dan
daging ayam dari toko.”
Para tetangga sangat senang karena sekarang bisa tidur di
pagi hari tanpa mendengar si ayam jantan berkokok. Si istri juga tidak perlu
membersihkan jalanan lagi.
Tapi suatu hari, ketika sang suami sedang berjalan di dalam
rumah bertelanjang kaki, dia disengat kalajengking. Dia harus dengan segera
dibawa ke rumah sakit untuk diberikan penawar racun. Dia hampir mati dan biaya
rumah sakit sangat mahal.
Setelah kejadian menakutkan ini, mereka mulai merenung dan
mencari tahu mengapa para pendahulu mereka tidak pernah ada yang disengat
kalajengking. Bertanya kepada orang-orang tua lain yang bijaksana, mereka
menemukan bahwa ayam-ayam merepotkan itulah yang selama ini memakan
kalajengking dan menjaga rumah yang miskin
itu aman untuk ditinggali manusia.
Aku
membuat cerita ini untuk menjabarkan apa yang terjadi apabila kita membuang
tradisi Katolik hanya karena kita berpikir kita tak memerlukannya lagi. Selama
ratusan tahun, Roh Kudus telah menyusun Misa Latin yang luar biasa indah dan
semua praktik tradisional Katolik lainnya. Tetapi kemudan datang para “orang
Katolik modern” yang melihat semua “ritual yang ketinggalan zaman” ini sebagai rubrik
tidak penting yang diulang-ulang. Dan mereka membuangnya.
(rubrik : petunjuk resmi yang mengatur tata laksana liturgi)
Kardinal Burke Merayakan Misa Latin Tradisional / Misa Tridentin |
Mereka
menyingkirkan apa yang mereka rasa “[sekadar] tambahan pada bagasi” dan mulai
menyederhanakan segala sesuatu sesuai dengan hati/perasaan “orang modern”.
Para
modernis* merasa manusia itu “intelek”, “canggih” dan tidak membutuhkan agama
yang muluk ini. Kalau memang butuh, seseorang bisa percaya pada Tuhan, tetapi
semua kemegahan dan upacara itu tidak ada gunanya. Agar “orang-orang modern”
ini bisa bebas menjadi siapa saja, [mereka berpikir] mereka juga harus bebas
dari agama “zaman kegelapan” buatan manusia yang dangkal ini.
Jadi
para modernis membuang apa yang mereka anggap sebagai tambahan, seperti
berlutut, bel, pemberkatan, prosesi, altar
rails (tempat berlutut untuk menerima Komuni di lidah), patena,
patung, dan doa dalam bahasa Latin yang panjang dalam Misa.
Paus Benediktus XVI membagikan Komuni di lidah sambil berlutut di atas rel altar / altar rail |
Mereka
melihat kata-kata seperti : penyaliban, berkat, kudus, perdamaian, pengorbanan,
penebusan dosa, nafsu birahi, kejahatan sebagai ekspresi sentimental ofensif
dan berlebihan. Mereka melihat manusia sebagai makhluk yang terbebas dari
mitos, jadi mereka turun memainkan peranan sang supranatural dan sang iblis.
Karena iblis tidak berarti, mereka tidak lagi melihat adanya kebutuhan untuk
pengusiran setan (eksorsisme). Bila suatu saat mereka percaya akan neraka,
mereka akan sangat sulit berkata-kata tentang itu.
Tetapi
kita, umat Katolik sejati, tahu bahwa Roh Kuduslah yang telah memberikan kita
semua ini untuk melindungi Yesus yang kudus, yang hidup di antara kita dalam
Ekaristi Kudus dan Sakramen Maha Kudus di Gereja Katolik. Perlindungan ini
terpenuhi melalui setiap detail dari ritus, sabda, dan praktik-praktik yang
berharga ini.**
Bagi
para modernis muda, semua itu terlihat tak berguna. Tetapi untuk mereka yang
kudus dan bijaksana, setiap tradisi yang Bunda Gereja teruskan secara hati-hati
kepada kita, memiliki maksud atau tugas
yang pasti untuk mempertahankan apa yang kudus dan yang baik untuk semua umat
manusia.
Satu
contoh dari hal ini adalah tempat suci (sanctuary)
yang dibangun tinggi dimana Kurban Kudus dalam Misa biasanya diarahkan di
gereja-gereja tua. Tujuan dari sanctuary ini, adalah untuk mengingatkan kita
bahwa Allah itu Kudus adanya. Allah memang secara mesra tinggal di antara kita,
tetapi di saat yang sama, Dia adalah Allah yang sangat amat KUDUS dan
MAHAKUASA. Kita harus mendekatinya dengan cinta, devosi (kesetiaan), dan
adorasi (penyembahan).
Ketika
kita “Pergi ke Altar Allah”, (Latin: Introibo
ad Altare Dei), kita pergi ke tempat dimana Allah berada. Allah lalu
mengangkat kita dari pengalaman keduniawian kita sehari-hari untuk memasuki
Kemuliaan Surgawi. Dengan kita memberi penghormatan kepada Allah dan para
kudus, kita juga menghormati satu sama lain, yang tak lain semuanya adalah
anak-anak Allah juga. Ketika
kita memperlakukan Allah seperti Barney, teman yang menggemaskan, kita hanya
akan menjadi kita yang sama seperti sebelumnya.
Jadi,
Rohkudus telah memberikan kita Tradisi Katolik untuk melindungi Sang Kudus dan
untuk melindungi diri kita. Bila kita membuang apa yang kita lihat tidak
berguna, seperti ayam-ayam pada cerita di atas, maka kita akan membuang juga
sesuatu yang amat penting. Dan si iblis, sang kalajengking, dapat dengan mudah
menyengat kita dengan racunnya. Itulah mengapa banyak sekali orang-orang
sekarang berada di “Rumah Sakit Spiritual” dengan depresi dan kegelisahan. Itu
membuat orang-orang bersedih dan obat anti-depresi mahal juga harganya.
Kapan
kita akan belajar bahwa tradisi-tradisi tua Katolik tidaklah sebodoh yang kita
pikirkan dan Roh Kuduslah yang mengembangkan Misa Latin Kudus melalui
berabad-abad lamanya untuk menjaga kita aman secara spiritual (para Santo/a dan
para martir pun mengikuti Misa Latin ini walaupun banyak dari mereka bahkan
tidak mengerti bahasa Latin). Kita sangat beruntung bila kita menjadi orang
Katolik Sejati dan memiliki ayam-ayam (Ritus-ritus Kudus) di sekitar kita untuk
melindungi kita dari para kalajengking (iblis dan setan-setannya).
Karangan
Romo Peter Carota
(Diterjemahkan
dari www.traditionalcatholicpriest.com
oleh HiFraX dengan perubahan seperlunya)
Tambahan dari Indonesian Papist:
*.
Modernis adalah mereka yang menganut bidaah modernisme yang telah ditolak oleh
Paus Santo Pius X dan banyak paus lainnya. Modernisme menganggap bahwa segala
Dogma, Doktrin, Tradisi Katolik hanyalah merupakan “sesuatu dari masa lampau”
yang “tidak relevan” dengan masa sekarang sehingga harus disingkirkan atau diubah
menyesuaikan dengan masa sekarang. Situs Katolisitas menyediakan info menarik tentang
modernisme ini.