Setiap tanggal
13 Agustus, Gereja Katolik merayakan Pesta St. Hippolitus dan Paus St.
Pontianus. Paus St. Pontianus adalah seorang Roma yang menjadi Paus dari tahun
230 hingga 235 M. St. Pontianus menjadi Paus pada masa penganiayaan Kaisar
Romawi. Pada tahun 235 M, St. Pontianus dibuang ke daerah-daerah pertambangan yang berbahaya di Pulau Sardinia,
Italia. Bersama dengan Paus St. Pontianus, pada tahun yang sama, St. Hippolitus
juga dibuang ke pulau Sardinia dan keduanya bertemu serta sama-sama meninggal
sebagai martir Katolik. Gereja Katolik merayakan pesta keduanya pada hari yang
sama. Siapakah St. Hippolitus ini?
Tidak banyak
yang diketahui tentang awal riwayat hidup St. Hippolitus. Apa yang dapat
diketahui adalah bahwa St. Hippolitus adalah seorang Yunani. Ia adalah murid
St. Ireneus dari Lyon. Sementara St. Ireneus dari Lyon adalah murid St.
Polikarpus dari Smirna dan St. Ignatius dari Antiokia. Kedua orang ini
merupakan murid dan pendengar langsung dari St. Yohanes Rasul, Penulis Injil
Yohanes. Berdasarkan rantai apostolik ini, dapat diketahui bahwa St. Hippolitus
merupakan seorang figur yang penting dalam mengetahui dan memahami Tradisi
Apostolik (Pengajaran-pengajaran yang berasal dari Para Rasul) yang diteruskan
hingga saat ini di dalam Gereja Katolik. St. Hippolitus menjadi kepala dari
sebuah sekolah teologi di sekitar Roma. Ia adalah seorang teolog dan uskup dari
sebuah keuskupan yang tidak terkenal (menurut Eusebius dari Caesarea dan St.
Hieronimus). Ia menulis karya-karya mengagumkan mengenai teologi.
St. Hippolitus
adalah seorang yang keras dan sama sekali tidak mau berkompromi dengan
ajaran-ajaran sesat pada masa itu. St. Hippolitus menolak ajaran-ajaran yang
sesat yang dibuat oleh Theodotion serta membela ajaran Trinitas di hadapan bidaah
Sabellianisme yang dicetuskan oleh Sabellius. Sabellianisme mengajarkan bahwa Bapa
dan Putera hanyalah manifestasi (modi) dari satu pribadi Ilahi. Sabellianisme
ini disebut juga Modalisme. Kekeliruan modalisme pada awal kemunculannya tidak
terlalu jelas sehingga Paus St. Zephyrinus tidak mengambil keputusan atas hal
ini serta tidak ingin gegabah dalam menolaknya. Tetapi, St. Hippolitus merasa
kecewa dengan sikap Paus St. Zephyrinus yang tidak tegas terhadap kaum Modalist
dan memandangnya kurang cepat tanggap dalam mencegah ajaran sesat tersebut.
Karena hal ini, St. Hippolitus mencela Paus St. Zephyrinus, menggambarkannya
sebagai seorang yang tidak kompeten dan tidak layak menjadi Uskup Roma.
Pada tahun 217
M, Paus St. Zephyrinus wafat sebagai martir pada tahun 217 dan digantikan oleh
Paus St. Callistus I. Sebelum menjadi Paus, St. Callistus I sudah lebih dulu dipandang
buruk oleh St. Hippolitus. Saat menjadi Paus, St. Callistus I semakin dipandang
buruk oleh St. Hippolitus karena sikap St. Callistus I yang terlalu lembut
terhadap pendosa dan penganut ajaran sesat yang bertobat. St. Hippolitus juga
memandang St. Callistus I sebagai seorang Paus yang tidak kompeten dalam
membela ajaran Gereja di hadapan ajaran-ajaran sesat pada masa itu. St.
Hippolitus menolak Paus St. Callistus I secara terbuka, memutuskan persatuan
dengan Paus St. Callistus I. Para pengikut St. Hippolitus kemudian mengangkatnya
sebagai paus tandingan (antipaus) terhadap Paus St. Callistus I. St. Hippolitus
tidak menganut ajaran sesat, namun menolak persatuan dengan Paus St. Callistus
I sebagai paus yang sah.
Setelah Paus St.
Callistus I meninggal pada tahun 222 M, St. Hippolitus bertahan menolak bersatu
dengan pengganti Paus St. Callistus I yaitu Paus St. Urbanus I yang menjadi
Paus dari tahun 222 M hingga 230 M. Begitu pula ketika Paus St. Urbanus I
meninggal dan digantikan oleh Paus St. Pontianus pada tahun 230 M, St.
Hippolitus menolak persatuan dengan Paus St. Pontianus sampai akhirnya mereka
berdua bersama-sama menjalani pembuangan di pulau Sardinia pada tahun 235 M. St.
Hippolitus tersentuh dengan
semangat kerendahan hati Paus St. Pontianus. Ia mohon diperbolehkan kembali
dalam pelukan Gereja dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai paus tandingan.
Paus St. Pontianus mengasihi St. Hippolitus dan tahu bahwa mereka perlu saling
membantu serta menguatkan dalam kasih Yesus.
Kemartiran Santo Hippolitus dari Roma |
Sebelum wafat sebagai martir pada
tahun 236 M, St. Hippolitus kemudian meminta para pengikutnya untuk bersatu
dengan pengganti St. Pontianus, yaitu Paus St. Anterus. Santo Hippolitus menjadi martir dengan cara tangan dan kakinya ditarik oleh 4 kuda yang berlarik berlawanan arah sehingga tubuhnya hancur. Kedua orang kudus ini,
St. Hippolitus dan St. Pontianus wafat sebagai martir dan untuk selamanya
dikenang sebagai saksi pengampunan dan pengharapan Kristiani.
Kisah St. Pontianus tampaknya sekali lagi
menggambarkan sebuah pernyataan yang menarik, “setiap orang kudus punya masa
lalu dan setiap pendosa punya masa depan.” St. Hippolitus memiliki semangat dan
berjuang agar ajaran Kristus dan Gereja tetap kokoh di tengah banyaknya
ajaran-ajaran sesat yang menyerang. Motivasi yang sungguh baik dan sungguh benar.
Tetapi sayangnya langkah yang ditempuh terlalu jauh bahkan melepaskan persatuan
dengan Paus yang sah dan ini jelas bukan merupakan cara yang Katolik. Meskipun begitu,
kisah St. Hippolitus juga menjadi bukti bahwa seorang yang salah selalu mempunyai
kesempatan untuk kembali dari kesalahannya dan St. Hippolitus menunjukkannya
dengan kembali berdamai dengan Gereja melalui St. Pontianus.
St. Hippolitus dan Doa Syukur Agung
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, St. Hippolitus
adalah seorang pembela ajaran iman yang benar. Dalam usahanya tersebut, St.
Hippolitus menuliskan dan mendokumentasikan ajaran-ajaran, aturan-aturan dan
sebagainya termasuk doa-doa Ekaristis yang telah ada sebelumnya dalam tulisan-tulisannya.
Menurut Romo Cassian
Folsom, OSB., inspirasi Doa Syukur Agung II dalam Misa Bentuk Baru (Novus
Ordo) diambil dari Doa Syukur Agung untuk Misa Penahbisan Uskup Baru yang
didokumentasikan oleh St. Hippolitus dalam bukunya yang berjudul Tradisi
Apostolik Bab 4. Romo Mike Aquilina menuliskan teks tersebut dalam bukunya
berjudul The
Mass of the Early Christians hlm. 107-108. Ini menjadi bukti keapostolikan Misa Kudus
Gereja Katolik. Saya menerjemahkan secara kaku seturut teks bahasa Inggris yang
tersedia.
Uskup: Tuhan
bersamamu.
Umat: Dan
bersama rohmu.
Uskup: Angkatlah
hatimu.
Umat: Kami
mengangkat hati kepada Tuhan.
Uskup: Marilah
kita mengucap syukur kepada Tuhan.
Umat: Hal itu
adalah layak dan benar.
Uskup: Kami
bersyukur [kepada-Mu], oh Allah, melalui Putra-Mu terkasih Yesus Kristus, yang
Engkau telah utus kepada kami pada hari-hari terakhir ini sebagai Juruselamat,
Penebus dan Penyampai kehendak-Mu. Dia adalah Sabda-Mu, tak terpisahkan dari
Engkau, yang melalui-Nya Engkau menciptakan segala sesuatu dan kepada-Nya
Engkau berkenan. Dari surga Engkau mengutus Dia ke dalam rahim Sang Perawan
[Maria] dan dikandung di dalam Sang Perawan, Dia menjadi manusia dan menjadi
Putera-Mu, dikandung oleh Roh Kudus dan lahir dari Sang Perawan. Menggenapi
kehendak-Mu dan memenangkan bagi-Mu orang-orang kudus, Dia merentangkan
tangan-Nya saat Ia menderita dan melalui kematian-Nya, Ia dapat membebaskan
mereka yang percaya kepada-Mu.
Ketika Dia
dikhianati kepada kematian yang Dia kehendaki sehingga Dia dapat mengalahkan
maut, mematahkan ikatan-ikatan iblis, menundukkan neraka di bawah kaki-Nya,
memberikan terang kepada orang benar, menetapkan penghukuman, dan mewujudkan
kebangkitan-Nya; Ia mengambil roti dan mengucap syukur kepada-Mu, [sambil]
berkata: “Ambillah, makanlah! Ini adalah Tubuh-Ku yang dipecah-pecah bagimu.”
Dengan cara yang sama [untuk] piala, [Ia] berkata: “Ini adalah Darah-Ku, yang
ditumpahkan bagimu. Ketika kamu melakukan ini, lakukanlah dalam peringatan akan
Aku.”
Oleh karena itu,
mengenang kematian dan kebangkitan-Nya, kami mempersembahkan kepada-Mu Roti dan
Piala, mengucap syukur karena Engkau telah menganggap kami layak untuk berdiri
di hadapan-Mu dan untuk melayani-Mu.
Kami berdoa
supaya Engkau mengutus Roh Kudus-Mu atas persembahan-persembahan Gereja-Mu yang
kudus. Kumpulkanlah mereka semua bersama-sama,
karuniakanlah kepenuhan Roh Kudus kepada semua orang kudus-Mu yang mengambil bagian
[dalam Misteri Kudus-Mu], agar iman mereka boleh diteguhkan dalam kebenaran
sehingga kami dapat memuji Engkau dan memberikan kepada-Mu kemuliaan dan
kehormatan, bersama dengan Roh Kudus dalam Gereja yang kudus, sekarang dan
selamanya. Amin. (Ket: Umat yang menghadiri Misa Kudus disebut orang-orang
kudus, the saints).
Pax et bonum
Referensi:
Catholic Encyclopedia: St. Hippolytus of Rome