Tulisan ini adalah
ringkasan kedua dari Konferensi Sacra Liturgia 2013. Penjelasan tentang
Konferensi Sacra Liturgia 2013 dapat dilihat pada ringkasan seri pertama
(silahkan klik). Bila pada seri pertama kita membaca topik dari Kardinal
Ranjith dan Prof. Steinschulte, kali ini akan membaca topik dari Professor
Tracey Rowland.
3.
Professor Rowland
Professor Tracey
Rowland adalah satu-satunya pembicara wanita dalam Sacra Liturgia 2013. Prof.
Rowland adalah Dekan Institut Yohanes Paulus II untuk Pernikahan dan Keluarga
di Melbourne. Beliau juga adalah professor di Pusat Iman, Etika, dan Masyarakat
Universitas Notre Dame di Sydney. Dalam Sacra Liturgia 2013, Prof. Rowland
membawakan topik berjudul “Usus Antiquior dan Evangelisasi Baru”. Sebelum masuk
ke inti dari topik tersebut, saya akan menjelaskan secara singkat apa itu “Usus
Antiquior”. “Usus Antiquior” dapat diterjemahkan sebagai “bentuk yang lebih tua”
atau “penggunaan yang lebih tua”. Usus
Antiquior adalah nama lain dari Misa
Latin Tradisional yang juga disebut dengan istilah Misa Forma Ekstraordinaria atau Misa Tridentin. Sesuai sebutannya, Misa Tridentin adalah bentuk
Misa yang lebih tua daripada bentuk Misa yang umum kita rayakan sekarang yang
dikenal dengan sebutan Misa Novus Ordo
atau Misa Forma Ordinaria. Kedua
bentuk Misa ini adalah valid, sama-sama merupakan kekayaan Gereja dan keduanya
diizinkan untuk dirayakan. Namun demikian, paska Konsili Vatikan II timbul
pemahaman yang keliru bahwa Misa Novus Ordo menggantikan Misa Tridentin padahal
hal ini sama sekali tidak diamanatkan oleh Konsili Vatikan II. Paus Benediktus
XVI dengan Motu Proprio Summorum
Pontificum menggalakkan kembali Misa Tridentin agar dapat dirayakan secara
luas oleh umat beriman. Summorum Pontificum ini selanjutnya diteguhkan dengan
dokumen Gereja Universal Ecclesiae
yang berisi instruksi-instruksi perihal Misa Tridentin.
Sebagai tambahan, untuk
memahami isi topik Prof. Rowland, perlu juga dibedakan antara konsep generasi modern
dan generasi paskamodern yang digunakan. Generasi modern adalah mereka yang
menganggap ajaran dan tradisi Gereja yang sudah ada sejak dulu sebagai “sesuatu
dari masa lampau” dan dianggap irrelevan dengan masa sekarang sehingga ajaran
dan tradisi tersebut diabaikan dan seharusnya diubah. Sementara generasi paskamodern
adalah mereka yang timbul sebagai reaksi terhadap modernisme. Mereka ingin mencari tahu lebih dalam tentang asal-usul mereka; mereka menghargai dan
ingin mempertahankan ajaran dan tradisi Gereja.
Prof. Rowland
berargumen bahwa Usus Antiquior adalah penangkal (antidot) terhadap serangan
yang kejam kepada kenangan dan tradisi serta budaya tinggi (high culture); [serangan yang] khas dari
budaya modernisme. Usus Antiquior memuaskan dahaga generasi paskamodern untuk
dibawa ke dalam tradisi yang koheren, bukan tradisi yang sebagian, yang terbuka
terhadap sesuatu yang transenden.
Prof. Rowland
menyebutkan bahwa generasi modern paska Konsili Vatikan II, yaitu generasi
1960an telah “mengubah budaya tinggi yang
sakral menjadi budaya duniawi yang rendah dengan hasil bahwa sesuatu yang
sakral menjadi lebih duniawi dan ketika yang sakral menjadi lebih duniawi, hal
yang sakral tersebut menjadi membosankan.”
Dalam mengemas iman di
dalam bentuk budaya sezaman dan secara umum menghubungkan liturgi suci dengan
norma kebudayaan massal, ahli strategi pastoral generasi 1960an tanpa disadari
telah memupuk krisis dalam teori dan praksis liturgis. Generasi 1960an telah
menelanjangi budaya tinggi Katolik dengan menghapus batu penjurunya dan
meninggalkan generasi Katolik berikutnya dalam kemiskinan kultural, kekacauan
dan kebosanan. Prof. Rowland menjelaskan bahwa Paus Benediktus XVI menyamakan
strategi pastoral menarik Allah turun ke bawah kepada umat (ketimbang membawa umat
mengangkat diri lebih tinggi kepada Allah) dengan penyembahan berhala
orang-orang Ibrani kepada lembu emas dan Paus Benediktus XVI menjelaskan
praktik ini tidak kurang dari sebuah bentuk penyangkalan iman.[1] Melihat hal ini, Prof.
Rowland menunjukkan tentang perlunya Usus Antiquior, sesuatu yang tinggi dan
sakral, untuk kehidupan Gereja masa sekarang. Seorang Katolik yang tidak
mengetahui Usus Antiquior bagaikan seorang mahasiswa jurusan literatur Inggris
tetapi tidak familiar dengan Shakespeare.
Prof. Rowland
menjelaskan bahwa “unsur-unsur Katolik
yang hilang pada era generasi 1960an karena perubahan arah pastoral Gereja
ditemukan kembali oleh generasi kaum muda Katolik di mana mereka
memperlakukannya seperti harta karun yang ditemukan di dalam kotak kuno nenek
mereka.” Ketika generasi Katolik paskamodern ingin mengetahui jati diri
Katolik mereka, bagaimana Gereja Katolik terbentuk, bagaimana iman Katolik
dilaksanakan selama berabad-abad, maka mereka melihat kepada setiap tradisi
Gereja Katolik, secara khusus kepada Usus Antiquior.
Seluruh struktur dari
Misa Tridentine mengambil makna yang terdalam dari pengorbanan, bukan hanya
sekadar perjamuan. Tidak ada antidot yang lebih besar terhadap sekularisme dan “Kekristenan
yang mengacu pada diri sendiri” daripada refleksi terhadap kemartiran dan kurban
Kristus di Kalvari di mana dengan merayakan Usus Antiquior, seseorang dapat
mengalami refleksi ini secara nyata. Usus Antiquior hendaknya menjadi elemen
standar dari modal kultural seluruh Katolik ritus Latin karena Usus Antiquior
secara efektif menghambat sekularisme dan memuaskan kelaparan generasi
paskamodern akan ketertiban, keindahan, dan pengalaman transendensi (mengangkat
diri lebih tinggi kepada Allah).
Di masa sekarang ketika
globalisasi dipandang sebagai sesuatu yang bagus dan para pemerintah rela menghabiskan
jutaan dollar untuk menjaga budaya-budaya dan praktik-praktik sosial pra-modern
agar tetap hidup, Gereja Katolik seharusnya tidak malu akan harta karun
budayanya sendiri. Untuk menginjili kembali orang-orang paskamodern,
narasi-narasi Kristiani haruslah muncul sebagai sesuatu yang sama sekali
berbeda dari budaya sekuler yang menjadi parasit budaya terhadap
tradisi-tradisi Kristiani.
[1]. Kardinal Ratzinger dalam bukunya "Spirit of Liturgy" hlm. 21-23. Terjemahannya dapat dibaca di sini: http://luxveritatis7.wordpress.com/2012/12/29/kardinal-ratzinger-paus-benediktus-xvi-tentang-penyembahan-kepada-allah/.
Ringkasan,
Kutipan, dan Foto semuanya berasal dari Sacra Liturgia 2013 (Situs, FB
dan Twitter resmi). Semoga bermanfaat. pax et bonum