Hari ini kita merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Dalam Injil, Yesus berkata: “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal.” Saya hendak bertanya: Bila Ekaristi adalah sungguh Tubuh dan Darah Kristus, mengapa kita mengikuti Misa dengan kasual dan biasa saja? Tampaknya bagi banyak umat Katolik, Ekaristi sekadar menjadi kebiasaan, bukan hal yang besar. Mengenai hal ini, Paus Emeritus Benediktus XVI pernah menanggapinya. Dalam bukan Light of the World, jurnalis Peter Seewald bertanya kepada Paus mengapa pada Misa Kepausannya, Paus menetapkan bahwa orang-orang harus berlutut dan menerima Komuni Kudus di lidah. Ini jawabannya:
“Saya tidak menentang dalam prinsip terhadap Komuni di tangan; Saya sendiri pernah baik membagikan atau menerima Komuni dengan cara ini. Gagasan di balik praktik saya menetapkan umat berlutut untuk menerima Komuni di lidah adalah untuk mengirimkan sinyal dan untuk menggarisbawahi Kehadiran Nyata [Yesus Kristus dalam Ekaristi] dengan sebuah seruan. Satu alasan penting adalah adanya bahaya besar kedangkalan iman terutama dalam berbagai Misa yang kami rayakan di Santo Petrus, baik di basilika dan di lapangan. Saya pernah mendengar orang-orang yang setelah mengambil Komuni Kudus lalu menyimpan-Nya di dalam dompet mereka untuk dibawa pulang sebagai suvenir. Dalam konteks ini,ketika umat berpikir bahwa semua orang secara otomatis diharuskan menerima Komuni, saya ingin mengirimkan sinyal yang jelas. Saya ingin ini menjadi jelas: Sesuatu yang sungguh spesial sedang berlangsung di sini! Dia ada di sini, Seseorang yang di depannya kita jatuh berlutut! Perhatikan! Ini bukan sekadar ritual sosial yang mana kita dapat ambil bagian sesuka kita.”
Di sini saya tidak
fokus membahas Komuni di lidah sambil berlutut, tetapi menyoroti banyak umat
Katolik yang sekarang menganggap Ekaristi secara biasa bahkan kadang tidak
dihormati sama sekali. Contoh kasus seperti ribut berfoto-foto sementara lampu
(lilin) Tabernakel sedang menyala menandakan ada Tubuh Kristus di Tabernakel.
Kita umat Katolik kehilangan citarasa kekudusan kita.
Di sisi lain, penghormatan
kudus terhadap Ekaristi yang adalah sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Kristus seringkali
dilawankan atau dipertentangkan dengan “menemukan
Kristus pada orang lain” atau “menemukan
Kristus pada alam”. Masalahnya adalah pada praktik ini, pemikiran tersebut
akan menghasilkan semacam panteisme. Perlulah diketahui, sebagaimana St.
Agustinus nyatakan, bahwa memang benar citra Allah hadir di setiap orang tetapi
citra tersebut telah terdistorsi dan dinaungi oleh dosa. Dengan demikian,
setiap dari kita memiliki kebutuhan yang absolut akan rahmat Allah untuk
mengembalikan citra kita seperti semula. Kita harus datang kepada Sesuatu yang
kelihatan di dunia ini untuk kita sembah – Tubuh dan Darah Kristus dalam rupa
Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi.
Bacaan Kitab Suci
mengenai Yesus memberikan makan 5000 orang pada dasarnya merupakan pre-figur
dari Ekaristi namun banyak dari kita memandangnya sekadar sebagai mujizat yang “wah”.
Kisah Yesus memberi makan 5000 orang dapat dibandingkan dengan umat Israel yang
sedang berada di gurun. Dalam Perjanjian Lama, kita melihat bahwa orang-orang
Israel mengalami kelaparan dan Allah memberi mereka makan dengan roti Manna.
Hal yang sama terjadi pada saat 5000 orang ini juga mengalami kelaparan dan
Yesus memberi mereka makan. Roti-roti ini menjadi makanan jasmani bagi
orang-orang ini, tetapi Ekaristi lebih dari sekadar makanan jasmani. Ia juga
adalah makanan rohani untuk memberikan kekuatan bagi jiwa kita. Orang-orang
banyak dipuaskan dengan roti, tetapi kita umat Katolik dipuaskan dengan Allah
sendiri saat kita mengalami kelaparan rohani. Dalam suatu kisah [di
Ensiklopedia Orang Kudus] secara ajaib Tuhan dari salib pernah menyapa St.
Thomas Aquinas: “Thomas, sungguh bagus
engkau menulis tentang Aku. Hadiah apa yang kau inginkan?”. Thomas
menjawab: “Jangan memberikan yang lain
kecuali Dirimu O Tuhan.” Thomas menerima sapaan ini karena ia menuliskan
beberapa himne dan doa tentang Sakramen Mahakudus seperti Tantum Ergo, Adoro Te
Devote, Verbum Supernum dan lain-lain.
Untuk meningkatkan
penghormatan kita kepada Ekaristi, kita dapat melakukan beberapa hal. Yang
pertama adalah memperbaiki dulu pemahaman kita terhadap Ekaristi. Roti dan
Anggur yang sudah dikonsekrasi tidak lagi memiliki substansi roti dan anggur
tapi sudah berubah substansi menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Dalam Sakramen Mahakudus tercakuplah "dengan sesungguhnya, secara
real dan substansial tubuh dan darah bersama dengan jiwa dan ke-Allahan Tuhan
kita Yesus Kristus dan dengan demikian seluruh Kristus" (Konsili
Trente: DS 1651). Oleh karena itu, Ekaristi bukan sekadar simbol, tetapi
sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Kristus. Bila kita menyadari bahwa kita sedang
berhadapan dengan Kristus, bukankah kita harus memberikan penghormatan dan
penyembahan mendalam kepada-Nya?
Sesungguhnya ketika kita mengatakan bahwa Ekaristi hanya lambang, kita telah
menyangkal iman Katolik kita dan selanjutnya wajar sekali bahwa penghormatan
kita berkurang terhadap Ekaristi.
Yang
kedua adalah berpuasa sebelum menerima Sakramen Ekaristi. Gereja sendiri sudah
memberikan norma bahwa kita hendaknya berpuasa 1 jam sebelum menerima Ekaristi.
Norma dulu bahkan 12 jam sebelum menerima Ekaristi. Di sini kita mengambil
bagian layaknya orang Israel yang mengalami kelaparan di gurun lalu Allah
memuaskan mereka dengan roti Manna. Roti Manna itu sederhana tapi menjadi
begitu lezat karena laparnya mereka. Puasa 1 jam ini agar kita bisa membangun
sense kerinduan akan Allah dan saat menerima-Nya, kita bisa merasakan kegembiraan
yang begitu besar. Kita juga dapat melakukan pantang sebelum menerima Sakramen
Ekaristi. Bentuknya seperti pantang rokok, pantang berjejaring sosial, dan
sebagainya. Seringkali spiritual junk
food (makanan sampah spiritual) seperti acara televisi, internet dan
godaan-godaan lainnya mengurangi ketertarikan kita terhadap Ekaristi. Dan
jangan salah, saat kita dalam Misa pun, karena keseringan makan junk food ini,
fokus kita pada Ekaristi terganggu dan kita malah memikirkan hal-hal tersebut.
Tubuh di dalam gereja tetapi pikiran di luar gereja sehingga ketika Imam
berkata “Marilah mengarahkan hati kita
kepada Tuhan”, kita memang menjawab “Sudah
kami arahkan” tetapi itu hanya di mulut saja sementara pikiran kita sudah
jauh meninggalkan Misa. Kita perlu berpantang dari makanan sampah tsb misalnya
sehari atau beberapa jam sebelum Ekaristi. Kita isi dengan doa dan mulai
mengarahkan hati kita pada Ekaristi.
Yang ketiga adalah
menghayati penerimaan Komuni Kudus. Saya diajari agar berjalan menuju Sakramen
Ekaristi dengan tangan terkatup di dada dan sambil menunduk. Tindakan menunduk
ini adalah tanda kesadaran bahwa saya itu sungguh kecil di hadapan Dia yang
begitu besar. Pada saat saya akan menerima-Nya, saya lebih memilih berlutut dan
menyambut-Nya di lidah sebagai tanda ketidakpantasan saya menyentuh Tubuh
Kristus yang suci dengan tangan saya yang tak tertahbis. Menjawab “Amin” ketika Imam berkata “Tubuh Kristus” haruslah dengan penuh
kesadaran dan keyakinan. “Amin” di sini berarti: “Ya, saya percaya.” Jangan berkata “Amin” secara asal tanpa makna.
Bagi umat Katolik yang menerima Komuni Kudus di tangan, cara ini pun harus
dilakukan dengan penuh penghormatan dan kehati-hatian agar tidak ada partikel
suci terjatuh atau tertinggal di tangan. Sebagai tambahan juga, saat anda
berjalan menuju Sakramen Ekaristi, anda bisa mendaraskan atau menyanyikan pelan
(bisa juga dalam hati) himne dan doa Ekaristi seperti Tantum Ergo, Adoro Te
Devote dan sebagainya. Kata-kata dalam himne dan doa Ekaristi itu begitu
mendalam maknanya dan secara jelas menunjukkan penghormatan kepada Sakramen
Mahakudus. Salah satu favorit saya adalah Adoro Te Devote. Kalimat pertamanya “Adoro
Te Devote Latens Deitas” secara literal berarti “Aku menyembah-Mu dengan taat ya
Allah yang tersembunyi” menyatakan misteri dari Sakramen Mahakudus di
mana Allah hadir tersembunyi dalam rupa yang kelihatan yaitu roti dan anggur.
Cara-cara di atas
dapat anda gunakan. Anda sekalian juga bisa merefleksikan sendiri cara-cara
supaya anda bisa lebih menghormati Sakramen Ekaristi. Semoga Tuhan Yesus
Kristus memberkati kita semua. Selamat Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus.
Pax
et bonum
Silahkan
baca juga artikel-artikel berikut: