Pada tahun
517 AD, sejumlah besar biarawan meninggalkan biara St. Maron, dan pergi ke
Biara St. Simon sang Stylite murid St. Maron dekat Alepo. Dalam perjalanan
menuju biara itu mereka diangkap oleh sejumlah tentara pendukung bidaah monofisitisme
(Kristus hanya memiliki satu kodrat, bertentangan pengajaran Katolik bahwa
Kristus memiliki dua kodrat tak terpisah tak tercamput). Tiga ratus lima puluh
biarawan dibunuh. Hanya sedikit yang selamat dan terluka dan berhasil melarikan
diri. Kemudian Alexander pemimpin biara St. Maron dan pemimpin biara-biara di
sekitarnya menulis kepada Paus Hormisdas dan memberitakan kepada Paus mengenai
pembantaian oleh kaum Monofisit ini. Mereka juga mengatakan bahwa banyak biara
dibakar dan meyakinkan Paus bahwa para biarawan tetap setia kepada Gereja
Katolik dan tidak takut menderita kematian karena iman mereka. Surat Alexander
ini sedikit banyak menunjukkan kepada otoritas yang dimiliki Paus dalam
Gereja-gereja Timur, di masa ketika Gereja Antiokhia sedang berada dalam krisis
besar otoritas Paus sebagai Patriarkh Gereja Universal nampak semakin jelas.
Para biarawan dari St. Maron inilah yang kemudian berkembang menjadi suatu
tradisi tersendiri yang kita kenal sebagai Gereja Maronit, satu-satunya Gereja
Timur yang tidak memiliki badan Ortodoks yang terpisah dari Roma.
Kepada Yang Tersuci dengan kekudusan yang mendalam, Hormisdas, Patriarkh Universal, yang duduk di Tahta Petrus, Pangeran Para Rasul. Kami menyampaikan permintaan penuh doa dari hamba yang hina pemimpin biara-biara di wilayah Syria II dan semua biarawannya.
Karena rahmat Kristus, Penyelamat kita, mendorong kami berlari kepadamu Yang Terberkati [sapaan khas Gereja-gereja Timur kepada seorang Uskup], seperti orang yang berlindung dari hujan badai di pelabuhan yang aman, kami percaya, bahwa engkau adalah perlindungan kami, walaupun kami menderita kesusahan yang teramat berat, kami menanggungnya dengan sukacita, karena kami percaya, bahwa penderitaan dunia ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kemuliaan abadi yang akan disingkapkan bagi kami.
Karena Kristus, Allah kita, telah menetapkan engkau sebagai Pemimpin dan Gembala dan Tabib bagi jiwa-jiwa, adalah tugas kami untuk menyampaikan kepadamu penganiayaan yang telah kami derita, agar engkau menyadari bahwa ada serigala yang tanpa belas kasih, yang memecah belah kawanan domba Kristus dan kami memohon kepadamu agar engkau dengan tongkatmu mengusir para serigala ini dari kawanan domva, dan untuk menyembuhkan jiwa dengan pengajaran Sabda Tuhan, dan rawatlah mereka dengan doa-doamu… baik Severus [Patriarkh Antiokhia] dan Petrus [Uskup Apamea]…karena mereka berusaha memaksa kami untuk menolak ajaran yang benar dari Konsili Chalcedon.
Saat kami sedang dalam perjalanan menuju Biara St. Simon untuk kepentingan Gereja, kami diserang oleh orang-orang jahat yang membunuh 350 orang dari antara kami dan melukai banyak lainnya. Bahkan ada diantara kami yang melarikan diri ke gereja-gereja untuk berlindung, tetap dibunuh di hadapan Altar. Maka kami memohon kepadamu Bapa Suci bangkitlah dengan kekuatan dan ketekunan dan berbelaskasihlah atas tubuh kami yang terluka ini; karena engkau adalah kepala dari semua…karena engkau adalah gembala sejati dan tabib yang merawat domba-domba dan keselamatan mereka: “Aku mengenal domba-domba-Ku, dan domba-dombaku mengenal Aku..”[Yoh10:14-16]. Jadi janganlah mengabaikan kami Yang Tersuci, karena setiap hari kami berhadapan dengan luka-luka yang mematikan.
Tertanda
Saya, Alexander, karena rahmat Allah, Imam, Pimpinan Biara St. Maron.
[Menyusul tanda tangan semua biarawan di Biara itu dan para Imam lainnya]
Sumber: Dau, B 1984. History of the Maronites- Religious, Cultural and Political. London: Lebanese Maronite Order. p.172-175
Surat ini sedikit banyak mengingatkan kita kepada Konsili Chalcedon sendiri dimana surat Paus Leo dibacakan dan para Bapa Konsili berseru:
“Inilah iman para bapa, inilah iman Para Rasul. Kami semua mempercayainya, inilah kepercayaan ortodoks. Terkutuklah mereka yang menolaknya. Petrus telah berbicara melalui Leo. Begitulah ajaran Para Rasul. Dengan saleh dan benar Leo mengajarkannya, begitu juga Cyril. Kenangan abadi akan Cyril. Leo dan Cyril mengajarkan hal yang sama, terkutuklah mereka yang tidak mempercayainya. Inilah iman yang benar. Kami yang ortodoks mempercayainya. Inilah iman para bapa.” (Ekstrak dari Akta sesudah pembacaan surat St. Leo)
disalin ulang dari terjemahan Frater Daniel Pane, CSE.
Dua artikel terkait yang dapat dibaca:
pax et bonum