Pertobatan Seorang Anak 14 Tahun
Kisah Justin Motes
Justin Motes |
Halo nama
saya Justin, saya berasal dari negara bagian Georgia (Amerika Serikat) dan saya
berumur 14 tahun. Saya menuliskan kisah ini untuk berbagi cerita tentang
pertobatan saya ke Gereja Katolik, yang terjadi pada usia muda saya. Pertobatan
saya merupakan pengalaman yang sungguh hebat untuk diriku sendiri, begitu juga
untuk keluargaku. Kedua orang tua saya tidak pernah mengira bahwa seorangpun
dari anggota keluargaku akan menjadi seorang Katolik.
Saya
mengadiri kebaktian pertama saya ketika berumur enam tahun di gereja Baptis
setempat. Nenek saya yang akan membawa saya ke kebaktian dan saya selalu duduk
bersamanya. Saya mencintai sekolah Minggu dan menikmati khotbahnya. Hal yang
menakjubkan untuk seorang anak berumur enam tahun untuk memperhatikan dan
mengambil pelajaran dari khotbah yang “kuno dan membosankan” seperti anak-anak
lain dan para remaja katakan. Apakah saya berpikir ini adalah batu loncatan
kepada pertobatan saya? Tidak.
Saat
saya melanjutkan kehidupan menggereja saya, saya semakin jarang mengikutinya
dan semakin jarang lagi. Ketika usia saya bertambah, saya mengesampingkan
Tuhan, akan tetapi saya selalu teringat pelajaran sekolah Minggu dan
khotbah-khotbahnya. Saya masih mengingat dengan jelas ketika saya bermain
sebuah permainan dengan sepupu-sepupu saya dan mereka akan mengatakan suatu
kebohongan. Saya akan berkata, “Tuhan tidak menyukai kebohongan.” Apakah saya
menggunakannya sebagai sebuah cara untuk membuat mereka memberitahukan yang sebenarnya?
Ya. Apakah saya tahu bahwa hal itu memiliki arti teologis yang mendalam dari
pemikiran saya? Tidak, tidak sama sekali.
Sekitar
ulang tahun saya yang ke-11, saya merasa sedikit bersalah karena tidak pergi ke
gereja. Sehingga, saya mulai ke gereja sebulan sekali, kadang-kadang dua kali.
Walaupun saya seringkali mengenyahkan perasaan itu daripada tidak sama sekali,
namun saya tetap merasa sangat bersalah. Dari perasaan ingin dibanggakan yang
terdalam, saya mulai pergi ke gereja setiap Minggu dan memamerkannya di
sekolah, seolah-olah saya ini lebih baik daripada orang lain. Walaupun
demikian, Kristus mulai semakin membentuk jiwaku, meskipun penampilan luar saya
yang berupa rasa pamer.
Sekarang
inilah bagian yang menarik: pada usia saya yang ke-12, waktu itu saya di
sekolah menengah, entah bagaimana saya terlibat dalam Yudaisme (agama Yahudi).
Mungkin karena saat itu saya berminat mempelajari agama lain atau karena
kebutuhan untuk memuaskan dahaga saya akan pengetahuan, atau mungkin saja
merupakan langkah pertama dari pertobatan saya. Yudaisme benar-benar membuat
saya terjebak. Saya merasakan adanya kaitan satu sama lain antara tradisi dan
iman, tetapi ada sesuatu yang hilang, dan saya tahu persis apa itu: Yesus.
Melalui
pencarian dan doa, saya menemukan satu iman, yang memenuhi kebutuhan pribadi
saya yaitu Gereja Katolik. Mungkin ini adalah jalan Tuhan yang mengarahkan saya
kepada Iman? Iman Katolik beresonansi (membentuk suatu keharmonisan) dengan saya, ternyata semua ada
di situ: Tradisi, Iman, Yesus dan yang penting Kebenaran itu sendiri.
Eklesiologi (ilmu tentang Gereja) dan penjelasan doktrin Katolik oleh para
apologis Katolik benar-benar mengarahkanku pada Iman. Saya terpikat.
Walaupun
demikian pertobatan saya tidak semudah itu, khususnya sejak saya belajar untuk
studi saya di sekolah, menjalin kehidupan sosial, dan mempelajari ajaran Katolik, beberapa hal yang
mudah seperti doktrin api penyucian. Nenek dan ibu saya yang menganut ajaran
gereja Baptist,
keduanya pecaya bahwa setelah kematian terdapat penderitaan penyucian, dan
mereka mengajarkan hal itu kepada saya, sehingga saya sudah mempercayainya
sebelum saya mengikuti kelas untuk menjadi Katolik. Sedangkan, hal lain
berdatangan sedikit lebih sulit untuk dipercaya dibandingkan hal yang lainnya.
Saya yakin hal yang paling sulit saya terima yaitu penghormatan kepada Maria
dan memohon perantaraannya. Sebagai seorang Baptis, saya diajarkan dengan
sangat tegas bahwa tak satupun kecuali Tuhan yang dapat mendengarkan doa-doa
anda dan hanya ada satu Perantara antara Tuhan dan manusia, yaitu Yesus. Hal
yang mengejutkan saya, bahwa hal itu tidak jauh berbeda dengan apa yang orang
Katolik percayai. Setelah saya mendengarkan beberapa kaset oleh apologis
Katolik seperti Scott Hahn, saya mengerti doktrin tersebut, dimana saya dapat
menerima doktin tersebut dengan lebih murah hati.
Dengan
ijin dari ibu saya, saya menghadiri Misa pertama saya pada hari Selasa sebelum
Minggu Palma dan menjadi kejutan besar untuk saya! Pikiran yang terlintas di
benak saya adalah, siapa wanita bersama malaikat dan sesuatu seperti “kaktus”
disekelilingnya (Maria)? Kotak apa disana (Tabernakel)? Mengapa ada podium di
sebelah samping? Mengapa orang-orang menandai diri mereka sendiri dengan air dan berlutut ketika
memasuki bangku? Ada banyak pertanyaan yang dapat saya tuliskan, tapi ini hanya
beberapa saja. Ketika saya memperkenalkan diri, Imam sangat baik kepada saya
sebagai pendatang baru.
Untuk
12 bulan selanjutnya, saya terlibat pencarian yang terus menerus, devosi, dan
kadang-kadang beberapa perdebatan-perdebatan sengit. Pada 7 April 2012, saya
diterima di Gereja Katolik dan menerima Ekaristi Kudus untuk pertama kalinya.
Saat itu menjadi saat terpenting dalam hidup saya setelah sekian lama. Melalui
seluruh perjalanan ini, ibu dan ayah saya mendukung saya, dan saya tahu bahwa
Yesus ada di sebelah saya, memimpin saya melalui kesulitan dan masalah.
Terima
kasih Yesus.
Nama saya Justin Motes, saya tinggal di Georgia,
Amerika Serikat. Saya berumur 14 tahun. Saya menyukai mempelajari agama, bermain
piano, dan bergaul dengan teman-teman saya. Saya ingat untuk memilki waktu
untuk berdoa dan berdevosi setiap hari, dan yang lebih penting, saya seorang
Katolik oleh karena kasih karunia Tuhan.
Catatan tambahan dari penerjemah:
Syukur
kepada Allah atas kesaksian dari saudara kita, Justin Motes. Semoga kesaksian
ke pangkuan Gereja Katolik ini semakin menguatkan iman kita semua, baik yang
muda maupun yang sudah tua. Sehingga tidak ada kata terlambat untuk pulang.
Semoga
saudara kita ini senantiasa dibimbing oleh Allah Tritunggal Mahakudus dalam
perjalanan hidupnya yang masih panjang. Semoga imannya bertambah kuat dan
berbuah dalam karya nyata.
Judul
Asli: My Conversion to the Catholic Church – Justin Motes (diakses tanggal 5
Februari 2013), diterjemahkan oleh Arief Prilyandi.
Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's
Twitter