Gereja yang Kudus |
I. Kekudusan
Ilahi.
Apabila kita bertanya, “Mengapa Gereja itu kudus?”, maka jawabannya adalah
sebagai berikut. Gereja itu kudus, karena sumber di mana ia berasal, karena
tujuan ke mana ia diarahkan dan karena unsur-unsur ilahi yang otentik yang ada
di dalamnya adalah kudus. Gereja didirikan oleh Kristus dan dilahirkan dari
lambung terluka Sang Penebus yang tergantung mati di kayu salib. Gereja menerima
kekudusannya dari Dia, dari doa-Nya: Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka
dalam nama-Ku ... Aku tidak meminta supaya Engkau mengambil mereka dari dunia,
tetapi supaya Engkau melindungi mereka daripada yang jahat ... Kuduskanlah
mereka dalam kebenaran ... Dan Aku telah menguduskan diri-Ku bagi mereka,
supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran. (Yoh 17:11, 15, 17-19). Dengan
perkataan terakhir itu, Yesus menjelaskan bahwa Ia juga telah menderita untuk
kekudusan Gereja. Dengan sesungguhnya Ia telah menyerahkan diriNya baginya
untuk menguduskannya ... supaya Ia menempatkan Gereja di hadapan diri-Nya dengan
cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat itu
kudus dan tidak bercela. Efesus 5:25-27.
Gereja itu
kudus, karena tujuan dan arahnya kudus. Gereja mempunyai tugas untuk
menyampaikan kekudusan Kristus kepada dunia dan untuk menyanyikan lagu pujian
tentang kekudusan Allah. Sebab di dalam Dia, Allah telah memilih kita sebelum
dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih
Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya
sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang
mulia yang dikaruniakannya kepada kita di dalam Dia yang dikasihi-Nya. Efe
1:4-6
Kekudusan Gereja
tidak terdiri dari faktor-faktor lahiriah saja. Ia juga kudus karena ia adalah
Tubuh Kristus dan karena Roh Kudus tinggal di dalamnya, bekerja di dalamnya dan
menjiwainya. Dengan demikian terjadilah suatu hubungan yang sangat mesra dan
misterius antara Roh dan pengantin wanita (Why 22:17), sehingga ada persesuaian
yang sempurna antara kerinduan mereka yang paling mendalam. Mereka begitu
bersatu, sehingga Roh sendirilah yang berdoa di dalam kita dan berkata: Abba,
ya Bapa; bukan lagi kita yang berbicara melainkan Dia sendirilah yang berbicara
di dalam kita apabila kita harus mengakui Kristus di depan penguasa duniawi.
Roh Kudus adalah
jiwa Gereja. Ia tidak hanya membawa kesatuan antara manusia yang satu dengan
manusia yang lain; ia juga membawa kesatuan mistik dengan Kristus. Oleh-Nya
Gereja menjadi Tubuh Kristus. Dan apabila kita sampai berkata dengan Santo
Paulus: Bukan lagi aku sendiri yang hidu, melainkan Kristus yang hidup di dalam
aku, (Gal 2:20), maka kita harus juga mengambil kesimpulan, bahwa Kristuslah
yang bekerja, menderita dan berdoa di dalam Gereja dan di dalam anggotanya;
bahwa apa yang secara formal dilakukan oleh Gereja dan oleh anggotanya adalah
sesuatu dari Kristus sendiri. Kristuslah yang mengajar di dalamnya dan
memimpinnya. Kristuslah Imam besar yang membawa korban. Ia-lah yang memuji dan
memuja Allah, Ia-lah yang memberkati, membaptis dan mengampuni dosa di dalam
Gereja.
II. Anugerah
Ilahi.
Aspek kedua mengenai kekudusan Gereja terdapat di dalam anugerah ilahi yang ada
di dalamnya. Semuanya berasal dari kemahakuasaan dan kebaikan Tuhan. Karena itu
dengan sendirinya mereka harus kudus dan suci, dan tidak ada satu noda yang
melekat padanya. Yang dimaksudkan di sini ialah wahyu kebahagiaan dengan
kebenaran ilahi, ajaran kesusilaan Kristen dan nasihat-nasihat Injil;
lembaga-lembaga Gereja seperti kewibawaan mengajar, kepemimpinan dan imamat;
Kitab Suci, perkataan Tuhan secara tertulis; karismata mengenai ketidaksesatan
mengajar dan kelestarian; Kurban Kudus Ekaristi dan sakramen-sakramen lain;
rahmat dan anugerah Roh Kudus. Semuanya ini telah diberikan oleh Allah kepada
Gereja dan karena itu Gereja dinamakan kudus.
III. Kekudusan
Manusiawi.
Aspek yang ketiga perlu diperhatikan. Gereja itu juga kudus karena kekudusan
para anggotanya; kekudusan itu adalah kekudusan Kristus yang mereka terima
melalui Gereja. Jadi, Gereja juga kudus dalam anggotanya, disebabkan oleh
rahmat pengudus yang mereka miliki dan kebajikan yang mereka lakukan; ini dapat
berarti kekudusan yang dipertahankan sesudah pembaptisan atau kekudusan sesudah
penyesalan pendosa yang bertobat. Ia kudus karena para anggotanya telah
ditandai oleh Kristus melalui pembaptisan dan telah diserahkan kepada Kristus.
Ia juga kudus karena ia adalah suatu persatuan di mana kepercayaan, pengharapan
dan cintakasih ilahi menjiwai manusia; suatu persatuan yang baik ke dalam
maupun ke luar terarah kepada Tuhan dan di mana kebajikan dan kesusilaan hidup.
Semuanya ini
tidak berarti bahwa para anggotanya memperlihatkan kesempurnaan yang ksatria.
Sebaliknya, sebagian besar dari mereka terdiri dari orang kudus yang sangat
biasa; tetapi ada juga yang mencapai tingkat kekudusan yang heroik; mereka ini
dapat diketemukan dalam Gereja dalam segala tingkat dan martabat, dalam segala
golongan usia, dalam segala bangsa dan negara. Gereja juga kudus di dalam
banyak manusia biasa yang dengan jatuh bangun melaksanakan kebajikan Kristen
dan menunjukkan banyak kelemahan manusiawi.
Kekudusan Gereja
dapat dilihat pada hasilnya. Di mana Gereja sudah mulai berakar dan di mana ia
sudah berpengaruh di sana, tampak kelihatan perbaikan kesusilaan, di sana
dituntut persyaratan yang lebih tinggi dan norma yang lebih baik, di sana tampak
suatu rintangan terhadap kekerasan kafir, egoisme keji dan pelampiasan hawa
nafsu yang tidak terbatas; di sana tampak kelemahlembutan, belaskasihan dan
kebaikan di dalam pergaulan antar manusia. Oleh pengaruh Gereja berkembanglah
karitas dan perawatan orang miskin, orang lemah dan orang sakit. Dengan sesungguhnya
kita harus berterimakasih kepada Gereja karena melalui mentalitas Kristen yang
ditanam-Nya maka perbudakan dapat dihilangkan dan kedudukan wanita dapat
diperbaiki. Itulah hasil dari pengaruh Gereja. Tetapi kita jangan menutup mata
terhadap kenyataan bahwa di mana grafik pengaruh Gereja menurun, di sana grafik
kebiasaan kafir akan naik kembali.
IV.
Ketidaksempurnaan di dalam Gereja. Keindahan dan keagungan Gereja
dibuat suram oleh ketidaksempurnaan. Kekudusan dikelilingi oleh kelemahan
manusiawi. Wahyu dikhotbahkan dalam pengertian manusiawi dan dituangkan dalam
penjelasan teologis yang seringkali masih membawa cap tersendiri dari zaman dan
kebudayaan sehingga kemudian hari masih dibutuhkan perbaikan dan penjelasan.
Gereja itu kudus
di dalam perundang-undangannya; sejauh yang menyangkut perundang-undangan umum
tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan kepercayaan dan kesusilaan. Tetapi itu
tidak berarti bahwa segala caranya sudah yang terbaik dan bahwa segala
ketentuannya sudah menunjukkan tingkat prudensi yang tertinggi. Sakramen dan
seluruh peribadatan mendapat iklim yang pantas di dalam liturgi yang memang
kudus, tetapi di dalamnya masih terdapat bentuk-bentuk yang sudah ketinggalan
zaman dan dianggap sebagai beban. Gereja yang sifatnya universal, berlaku untuk
semua manusia dan semua waktu, belum dapat membebaskan diri dari bentuk
penampilan yang terikat pada suatu waktu tertentu, umpamanya bentuk yang antik,
feodal dan absolutistis. Walaupun Roh Kudus selalu membantu Gereja dalam
pengajaran dan dalam pimpinannya, namun kepicikan dalam pandangan dan keputusan
tidak dihapuskan dengan begitu saja.
Seringkali
ditemukan juga di dalam Gereja kekurangan keberanian, sikap yang terlalu
bertele-tele dan kurang cekatan. Dengan demikian dapat dilihat di dalam Gereja
yang kudus dan tetap kudus itu, segi-segi negatif yang biasanya terdapat pada
manusia.
V. Dosa di dalam
Gereja.
Kesulitan terbesar ialah apakah Gereja tetap tinggal kudus walaupun di dalamnya
terdapat banyak pendosa? Gereja bukan persatuan orang-orang saleh saja. Dengan
tegas ia menandaskan bahwa para pendosa tetap tinggal anggota Gereja walaupun
anggota yang tidak sempurna.
Apakah yang
diartikan dengan Gereja? Kalau kita berbicara tentang Gereja dalam arti empiris
dan hanya melihat unsur manusiawinya saja, maka kita dapat berbicara tentang
dosa-dosa Gereja seperti kita juga dapat berbicara tentang keruntuhan dan
kebobrokan Gereja. Tetapi di sini selalu dipergunakan perkataan Gereja dalam
arti yang tidak sebenarnya. Gereja adalah Kristus bersama dengan umat beriman,
bersatu di dalam Roh Kudus. Gereja adalah Penebus yang hidup di dalam umat-Nya
atau umat yang hidup di dalam Kristus. Dan apabila istilah Gereja dipergunakan
dalam arti ini, maka Gereja tidak mungkin berdosa. Dosa tidak berasal dari
Gereja tetapi dari kelemahan kodrat manusiawi. Gereja adalah mempelai wanita
yang murni bagi Kristus. Dosa yang terdapat di dalamnya tidak diakuinya seperti
dosanya sendiri tetapi sebagai sesuatu yang terdapat dalam kerajaan setan; ia
memandang dosa sebagai musuh yang sudah menyelinap masuk ke dalam wilayahnya
dan harus diperanginya dengan tegas. Ia tidak membiarkan kerajaan setan
berkembang di dalamnya; ia menderita dan berdoa dan bersilih untuk dosa.
Terus-menerus ia berdoa; “Ampunilah kesalahan kami”. Ia telah menerima kuasa
untuk mengampuni dosa; kuasa itu datangnya dari atas. Di dalam Sakramen
Pembaptisan dan Pengakuan Dosa, manusia pendosa dibersihkan dalam darah
Kristus. Gereja mempunyai kekudusan aktif yang terus berjuang; kekudusan yang
mentobatkan dunia; yang membuat suci para anggotanya; yang membuat dirinya
lebih matang; yang membuat suci para pendosa, kecuali kalau mereka menutup diri
bagi pengaruh rahmat.
Oleh Pater Herman Embuiru, SVD dalam
buku “Aku Percaya” hlm. 145-148
Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter