Gereja St. Nikolaus di Essen-Stoppenberg, Jerman |
Di salah satu
grup facebook khusus untuk orang Katolik, seorang anggota grup itu membagikan
link dari media Kompas mengenai Dekrit Konferensi Para Uskup Jerman terkait
umat Katolik yang menyangkal iman Katolik-nya untuk menghindari Pajak Gereja di
Jerman. Sebelumnya, Indonesian Papist sudah membahas mengenai Isu Pajak Gereja di Jerman
dalam artikel
ini (silahkan klik).
Dalam topik di
grup, saya akhirnya memutuskan untuk berpartisipasi dalam diskusi tersebut di
kala diskusi itu sudah [hampir] berakhir. Diskusi ini berjalan alot di mana ada
beberapa orang Katolik terlibat dalam diskusi ini. Karena tidak ingin hasil
diskusi itu hilang sia-sia, saya memutuskan untuk mengarsipkan diskusi
tersebut. Yang saya arsipkan adalah diskusi yang benar-benar berkaitan dengan
Pajak Gereja sementara yang tidak berkaitan langsung dengan isu ini tidak saya
arsipkan. Hingga artikel ini dibuat, diskusi masih belum berhenti. ^_^ .
Komentar saya
dalam warna tulisan HITAM dengan nama
Papist,
komentar dengan warna tulisan BIRU oleh pembuat topik (yang mengepost artikel
Kompas tersebut) dengan Starter,
komentar lain dengan warna tulisan COKLAT dengan nama Komentator 1,2,3 dst. Diskusi
ini lumayan panjang. Namun, saya harap para pembaca bisa mendapatkan
manfaat dari diskusi ini. Berikut ini isi diskusinya:
Starter: coba kita ulas baik-baik berita ini http://internasional.kompas.com/read/2012/09/26/09181823/Ancaman.Kematian.Terkait.Pajak.
Apakah Abad kegelapan akan coba dimulai lagi?
Starter: (beberapa komentar awal) ini lah alasan saya dulu posting
bagaimana jika katholik jadi mayoritas. dan kalo ini terjadi di indonesia, saya
akan keluar dari katholik. denger berita ini saja saya jadi kecewa. Benar2
tidak belajar dari pengalaman masa lalu yang juga terjadi di Jerman oleh
luther.
Papist: (Setelah beberapa lama diskusi). Ternyata
sudah pernah dibahas ya. Ini
artikel tentang Pajak Gereja.
Starter: Pak Klement, hal itulah yang coba saya diskusikan kemaren,
aturan memang sudah lama, tetapi dilihat perkembangan jamannya berikut ini
petikannya Setiap tahun, ada sekitar 150rb-180rb umat Katolik menyatakan kepada
negara bahwa mereka tidak lagi seorang Katolik (hal yang sama terjadi pula
kepada Protestan walau dalam jumlah yang berbeda). Sedangkan ada 25 juta umat
Katolik di Jerman yang tetap Katolik sekalipun harus membayar Pajak Gereja.
Bila dibandingkan, maka ada sekitar 0,6% umat Katolik meninggalkan Gereja
Katolik terkait masalah Pajak Gereja dan secara presentasi ini adalah jumlah
yang kecil. Gembala yang baik itu akan mencari 1 domba yang hilang ( 1 sudah
terlalu banyak) jumlah diatas 180 ribu orang yang menyatakan keluar dari Katholik.
Papist: Bukannya
mereka udah dicari? Deklarasi atau surat pernyataan dari mereka yang mengaku
bukan Katolik diserahkan oleh negara/pemerintah kepada pastor paroki tempat
mereka berdomisili. Dekrit terbaru Konferensi Para Uskup Jerman (KPUJ) justru
membuat terobosan baru. Bila dulu KPUJ cenderung pasif menanggapi penyangkalan
iman besar-besaran, sekarang dekrit terbaru ini mewajibkan pastor paroki mengunjungi
mereka-mereka yang mengaku bukan Katolik ini dan memberikan penjelasan dan
konsekuensi dari keputusan mereka sambil mencoba membujuk mereka kembali.
Tinggal merekanya mau atau tidak kembali lagi.
Starter: Pak Klemens, yang bapak jelaskan itu sudah akibat dari
aturan tersebut, yang perlu diperbaiki aturannya, bukan akibat dari aturan itu.
berapa persen yang mau kembali itu masih terlalu banyak. akar permasalahan
kenapa aturan tersebut diberlakukanlah yang harus dilihat lagi.
Papist: Kalo soal
aturannya, silahkan gugat konstitusi Jerman-nya. jangan gugat dekrit Gereja untuk menolak pelayanan sakramen,
pemakaman dsb kepada mereka yang SECARA SADAR menghindari pajak dengan
menyatakan bahwa mereka bukan Katolik.
Starter: Kasihan juga Orang jerman Ya, udah pajak penghasilan Tinggi,
ditambah pajak Gereja, Katolik disana 25jt katanya berarti tinggal 24 juta 820
ribu, masih banyak, karena 180 ribu dibilang kecil. Berarti tinggal menunggu
sekitar.......masih lama 137 tahun lagi untuk membuat semua orang jerman pindah
agama atau jadi atheis.
Papist: Bapak tidak
coba cari tahu kemudahan dan keringanan apa saja yang didapat di Jerman
sekalipun pajak penghasilan tinggi? Sekalipun berdasarkan persentase tinggi,
tapi dilihat dari jumlah, pendapat per kapita Jerman di atas rata-rata kok.
maaf, terlalu berlebihan tanggapan anda ini.
Starter: Loh saya kan melihat hitungan matematis saja, kan
sesederhana itu saja hitungannya. pertanyaannya kalo memang tinggi kenapa menolak
pajak tersebut apa sebabnya mereka menolak itu jika pendapatannya tinggi?
Papist: hitungan
matematis anda mengabaikan aspek pertumbuhan penduduk juga toh dan jumlah
konversi ke Katolik di sana, makanya saya bilang terlalu berlebihan.
alasannya krisis
ekonomi sekarang, mereka menyangkal iman Katoliknya karena ingin menghindari
pajak. Gereja Katolik di sana itu sedang berusaha juga untuk menjelaskan bahwa
krisis ekonomi tidak perlu sampai membuat mereka menyangkal iman katoliknya
untuk menghindari pajak.
Satu lagi, Bapak
mempertimbangkan gak kalo dari ratusan ribu yang ya keluar itu, ada sejumlah
orang yang hanya Katolik secara KTP tapi tidak aktif dalam kehidupan
menggereja? Kalo sudah begini, mereka lebih memilih menyatakan diri tidak
Katolik daripada membayar pajak untuk sesuatu yang tidak mereka imani lagi atau
hidupi lagi.
secara itungan
matematis, pajak Gereja itu setidaknya mencapai maksimal 5 % dari total
penghasilan.
Starter: saran saya sih, tinggal otoritas gereja teringgi Jerman
terus terang saja jika tidak dapat membiayai operasionalnya, laporkan ke
vatikan kemudian vatikan menyerukan agar setiap minggu ke 2 tiap bulan ada
kolekte ke 2 untuk membantu gereja di Jerman yang sedang kesusahan. ini lebih
baik daripada mereka menarik pajak dari umat. dan saya bangga dengan umat
katolik di Indonesia bisa swadaya membiayai gerejanya, tanpa adanya pemaksaan
melalui pajak tersebut, bahkan melalui group ini dapat sukarela mengumpulkan
uang 10 ribu perbulan walaupun baru mulai. inti permasalahannya apakah otoritas
Gereja katholik jerman bisa atau tidak menggalakan peran serta umat dalam
membangun gerejanya. ini yang jadi PR bagi mereka.
Papist: Bapak mencoba menyamakan kultur Jerman dengan kultur di
Indonesia? Saya coba mencari tentang hal ini, dan tiga sumber berkata:
Pajak Gereja dianggap sebagai bagian integral dari profession of faith bagi
orang-orang Jerman, Orang-orang Jerman itu Lazy Donator, dan ada juga yang
mengaku menjadi Katolik untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan tertentu. Di sisi
lain, memang ada juga yang kontra tentang Pajak Gereja.
kalau mau saya gugat balik kebanggaan Bapak , mengapa mesti ada iuran wajib untuk penerimaan Sakramen-sakramen di banyak paroki? mengapa saya harus membayarkan sekian puluh ribu untuk Sakramen Krisma?
kalau mau saya gugat balik kebanggaan Bapak , mengapa mesti ada iuran wajib untuk penerimaan Sakramen-sakramen di banyak paroki? mengapa saya harus membayarkan sekian puluh ribu untuk Sakramen Krisma?
Starter: Kalo saya gak bayar iuran wajib apa saya gak boleh ikut
sakramen, kemudian pas meninggal dak diberikan misa. kalo saya gak membayar
puluhan ribu untuk krisma apa gak boleh krisma juga, banyak yang bantu pak, itu
yang bikin saya bangga.
Komentator
1: lhoo mereka tidak di beri pelayanan sakramen kan karena mereka
tidak mengakui dirinya Katolik lagi, bukan berarti karena tidak membayar pajak.
Starter: lah iya kalo gak mau bayar pajak kan harus tidak mengakui
jadi katholik.
Papist: jadi, mengapa
mesti ada iuran wajib??
Starter: wajib itu istilah saja tidak ada sangsi, coba aja gereja
bilang wajib harus bayar kalo gak gak boleh ikut misa dan pengakuan dosa, lihat
efeknyalah kadang iuran wajib sama iuran sukarelanya aja gedean sukarelanya,
itu menandakan adanya rasa perduli dari umat untuk gerejanya.
Papist: saya cuma tau
tanya ke Bapak,mengapa mesti ada iuran wajib di paroki-paroki untuk mendapatkan
sakramen? tambahan ya: Orang Katolik miskin di Jerman tidak atau hanya dikenai
sedikit pajak Gereja saja, malah uang-uang pajak dipakai untuk membantu mereka
yang homeless dsb.
Starter: kan ada biaya operasionalnya pak, tapi toh umat sukarela
memberikannya karena tidak ada paksaan. emang ada gitu yang gak mau bayar trus
gak boleh ikut sakrament tersebutsaya tau pa severius, yang jadi permaslaahn
itu sangsinya itu, untuk yang homeless sepertinya pemerintah udah urus itu dari
pajak penghasilan yang besar di jerman.
Papist: lha sama
dengan Gereja di Jerman, butuh biaya operasional. di Jerman juga ada yang
ngasih secara sukarela kok sekalipun udah dibebani pajak Gereja (sekitar 70%
pendapatan Gereja didapat dari pajak Gereja, sisanya karya dan donasi). Di Indonesia,
cara untuk tidak terkena iuran itu banyak dan tidak harus mendeklarasikan diri
bukan Katolik. Di Jerman, cara untuk tidak terkena iuran itu satu-satunya
adalah menyangkal iman Katoliknya dan konsekuensinya jelas toh. Gereja Jerman
udah benar dong tidak memberikan sakramen kepada mereka yang bukan Katolik.
Gereja Indonesia juga udah banyak yang membebankan umat
kok dengan iuran wajib dan semacamnya untuk kegiatan operasionalnya. Apa
bedanya dengan di Jerman? Di Jerman juga orang-orang Katoliknya ada yang
memberikan donasi sukarela kepada Gereja, apa bedanya dengan orang-orang di
Indonesia?
Yang menjadi beda adalah pada cara menghindarkan
diri dari pajak (di jerman) atau iuran (di indonesia). Di Indonesia, ada begitu
banyak cara untuk menghindarkan diri dari membayar iuran wajib dan hal ini
tidak diatur negara; sedangkan di Jerman satu-satunya cara menghindarkan diri
dari membayar pajak menurut aturan negara yang berlaku adalah dengan menyangkal
iman Katoliknya di hadapan negara dan Gereja.
Starter: lah
iya butuh tapi kan gak perlu pake pemaksaan yang dituangkan dalam pajak yang
ada sangsinya pak, lah memang gak perlu dideklarasikan, saya gak perlu
mendeklarasikan untuk gak bayar iuran wajib 10 ribu per bulan trus saya keluar
dari katholik wong gak ada sangsinya. kalo gitu sekalian saja bapak kardinal
minta ke pemerintah indonesia sesuai dengan kanonik 1263, untuk menarik pajak
ke umat katholik karena untuk pembiayaan operasional gereja, dan mendesak. gak
masalah kalo gitu, tinggal diliat aja efeknya nanti dan kalo gak mau bayar
keluar dari katholik.
Papist: Pemerintah
Indonesia mengakui KHK sebagai salah satu hukum yang berlaku secara umum di Indonesia?
di Indonesia belum ada wacana seperti itu dan belum ada urgensinya juga. Kalau
ada, ya saya taat aja. Kalo efeknya ditinggalin umat, berarti iman umatnya
lemah.
Starter: wahhh lemah sekali iman saya kalo begitu, itulah salah satu
alasan saya ikut group ini, oh ya coba diliat di kanonik 1263 dibahas gak
sangsinya.
Papist: tidak dibahas
sanksinya dan tidak disebutkan sanksinya. Lalu hubungannya dengan kasus di
Jerman??
Starter: kanonik itu juga berlaku di Jerman kan ya?
Papist: iyalah, jelas.
Tapi dekrit di Jerman itu tidak berbicara mengenai bayar pajaknya atau gak,
melainkan penyangkalan iman dan konsekuensinya. Kan. 1265 § 2 Konferensi para Uskup dapat menetapkan norma-norma untuk
mencari dana, yang harus ditaati oleh semua saja, tak terkecuali mereka yang
dari kelembagaannya disebut dan adalah mendikan.
KWI-nya punya
hak menetapkan norma-norma tuh dan dalam norma bisa didapatkan ketentuan
sanksinya juga.
Starter: lah mendingan minta bantuan kita atau gereja negara lain
dari pada memaksa umatnya bayar pajak dengan sangsi yang seperti itu, kita
pasti iklas membantu kok. Paling juga timbul pertanyaan loh kok Gereja jerman
Minta bantuan operasional sama kita, apa yang salah dengan mereka.
Papist: ini solusi
Bapak sudah memperhatikan soal kultur Jerman dan semacamnya atau asal muncul
saja ya? Terasa enteng banget ngomongnya.
Starter: Pak, penyangkalan iman itu akibat dari gak mau bayar pajak
kan. bukan menyangkal iman trus gak mau bayar pajak.
Papist: dua-duanya
pak, makanya jangan digeneralisasi dong.
Kondisi 1:
menghindari pajak makanya menyangkal iman Katoliknya.
Kondisi 2: Sudah
menyangkal iman Katolik, makanya tidak mau bayar pajak atas keanggotaannya di
Gereja Katolik padahal ia sudah tidak meyakini iman Katolik lagi.
Starter: solusinya saya dah berikan diatas saya pikir itu bisa
diterapkan. Masa mau nunggu kayak peristiwa Luther lagi. mumpung masih 180 ribu
yang keluar hehehehhee
Papist: Gini saya coba
uraikan mekanismenya:
Saya seorang
Katolik, mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Dalam form pendaftaran ada
kolom afiliasi religius dan saya isi "Katolik". dan dengan ini saya
mendapat tambahan pajak Gereja terhadap pajak penghasilan saya. (Bila
penghasilan saya 1000, kena pajak penghasilan 100, maka pajak Gereja itu 9% kali
100 = 9 ).
jadi total pajak
yang saya bayar itu 109.
Nah,
pengumpulannya dilakukan oleh negara/pemerintah, bukan oleh gereja. Setelah
negara kumpulkan, lalu didistribusikan ke Keuskupan-keuskupan. Di sini, gimana
saya mau menghindar pajaknya? Bila mengisi kolom afiliasi religius, otomatis
uang saya sudah ditarik negara untuk pajak Gereja. Saya gak bisa datang ke
Gereja dan berkata: "saya gak mau bayar pajak." Gereja gak bisa
berbuat suatu hal agar saya terhindar dari Pajak Gereja yang dikumpulkan oleh pemerintah.
Yang saya lakukan untuk menghindar pajak adalah mau
tidak mau (berdasarkan aturan Jerman), menyatakan diri bukan Katolik dan
kemudian mengosongkan kolom religius afiliasi saya. Nah, ini berarti saya
secara resmi menyatakan diri bukan Katolik. Konsekuensinya saya tidak bisa
mendapatkan sakramen, pemakaman Katolik dsb. Konsekuensi ini yang ditegaskan
oleh KPUJ atas penyangkalan iman secara massal ini.
Di sana itu,
konsep pemisahan Gereja dan negara jelas. Uang dari umat Gereja langsung untuk
Gereja. Beda nih dengan sistem pajak Indonesia, biaya untuk support kegiatan
agamanya berasal juga dari uang negara yang berasal dari pajak umum.
Papist: saya yakin
solusinya adalah pembenahan mekanisme atau aturan pemerintah soal pengumpulan
pajak. Harusnya Gereja sendiri yang mengumpulkan pajak Gereja (atau kita
katakan saja iuran wajib) dan Gereja juga otonom dalam menerapkan mekanisme
untuk menghindari pajaknya (menyediakan alternatif lain jadi tidak perlu sampai
menyangkal iman) bagi yang tidak mau atau pelit membayar pajak. Akibat
mekanisme pengumpulan seperti sekarang ini, satu-satunya cara menghindari pajak
adalah menyangkal iman dan ini memang mengesalkan. Biarkan Gereja mengumpulkan
sendiri apa yang menjadi milik Gereja. Bukan Dekrit KPUJ yang harus diprotes
tapi aturan hukum di Jerman soal Pajak Gereja yang harus digugat.
Starter: pagi Pak Severus, Jika pendapat saya pribadi, Pajak itu
adalah bentuk komitment dari warga negara untuk membiayai penyelenggaraan
negara, dan komitment tersebut disertai oleh sangsi yang mengikat, dan jadi
aneh jika Gereja melakukan hal tersebut kepada umatnya, bukan masalah pelit ato
tidak pelit tapi sangsinya yang menggelikan itu.
Papist: Sanksi Pajak
Gereja di Jerman itu setahu saya gak ada wong uangnya udah langsung ditarik
sama pemerintah. Sudah tahu kan kalo Protestan dan Yahudi juga bayar Pajak atas
keanggotaan religiusnya? Tapi sanksi menyangkal iman itu yang ada dan itu yang
diberikan oleh Gereja. Mengapa hal seperti ini tidak bisa dipahami juga?
Starter: mungkin
ini bisa membantu : Para Wajib Pajak yang ingin berhenti membayar Pajak Gereja
harus mendeklarasikan dalam tulisan atau surat di pengadilan setempat atau
kantor pendaftaran bahwa mereka telah meninggalkan gereja atau komunitas
religius mereka. Dengan kata lain, seorang Katolik yang ingin berhenti membayar
Pajak Gereja harus menyangkal iman Katolik-nya di hadapan negara. Deklarasi
para Wajib Pajak - yang menyatakan bahwa mereka bukan lagi Katolik - diteruskan
oleh negara kepada paroki tempat mereka terdaftar dan dicatat di dalam surat
baptis mereka masing-masing. Berdasarkan dekrit Konferensi Para Uskup Jerman
yang dikeluarkan 20 September 2012, pastor paroki kemudian akan mengunjungi
orang Katolik yang menyangkal iman Katolik-nya ini dan menjelaskan kepadanya konsekuensi
dari tindakannya tersebut dan menyarankannya untuk mempertimbangkan
keputusannya.
Keterangan
; Kalo misalnya saya gak mau membayar pajak gereja, tetapi tetap mau ikut misa,
apakah langsung diusir. atau gimana? karena saya gak setuju dengan pajaknya
saja.
Papist: ikut Misa ya
jelas bisa, sama seperti Protestan boleh ikut Misa. Tapi tidak boleh menerima
Komuni Kudus sama seperti Protestan tidak boleh menerima Komuni Kudus.
Starter: kalo dianalisa ya pak Severius asal muasal pajak itu akibat
Independensi dari Gereja yang tadinya dikuasai oleh para bangsawan, nah di
Indonesia Kayaknya juga Independen deh, gak ada bantuan dari Negara, Bener gak,
jadi apa bedanya. Zaman Terus berkembang, cara pandang manusia juga berkembang,
otoreitas gereja harusnya dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman tersebut
Papist: Sudah saya
katakan di atas kalau orang-orang Jerman (seperti kebanyakan orang-orang Eropa)
adalah lazy donator. Inilah kultur yang membedakan Jerman dari AS dan
Indonesia.
Btw, ada tuh
bantuan dari pemerintah Indonesia untuk sekolah-sekolah Katolik dan
aktivitas-aktivitas Gereja melalui Bimas Katolik atau Departemen Pendidikan,
dan itu asalnya dari pajak umum juga. Hubungan antara Gereja Jerman dengan Pemerintah
Jerman rasanya tidak bisa disamakan antara hubungan Gereja Indonesia dengan
Pemerintah Indonesia. Wong sistem perundang-undangannya aja beda.
Starter: solusi yang saya sampaikan yang disebut terlalu enteng oleh
pak Severius, direvisi ulang atau dicabut pajak gereja itu, kalo memang gereja
tidak dapat beroperasi karena pajak itu dihapus, minta bantuan gereja Semesta,
termasuk di Indonesia, kita akan dengan senang hati membantu saudara kita yang
di Jerman itu. karena saya lebih baik kesulitan keuangan tapi umat tetap solid,
dan itu pasti bisa diatasi.
Papist: iya, solusinya
terlalu enteng karena menyederhanakan masalah yang kompleks. 70% pemasukan yang
diterima Gereja Jerman berasal dari Pajak Gereja. Uang ini untuk keperluan
mengurus sekolah Katolik, RS Katolik, aktivitas-aktivitas sosial Katolik bahkan
membantu restorasi Gereja-gereja Katolik seperti di Georgia (sebuah Gereja dan
biara di sana berhasil direstorasi dan Keuskupan-keuskupan Jerman memiliki
andil dana dalam membantu hal ini). Matinya Pajak Gereja akan sangat mungkin mengakibatkan
pengambilalihan RS Katolik, Sekolah KAtolik dll oleh negara atau
organisasi/komunitas religius lain, matinya bantuan bagi Gereja di
negara-negara yang Katolik mengalami kesulitan dsb. Dalam kondisi krisis
ekonomi di Eropa sekarang, matinya Pajak Gereja akan membuat karya Gereja
tersendat dan kolaps. Sampai anda bisa mengubah kultur Jerman yang lazy donator
dan adanya kecenderungan untuk tidak menghidupi iman katoliknya, maka solusi
enteng anda itu justru akan menghancurkan.
Indonesia mau
bantu? Jangan dulu deh, urusin aja nih Gereja-gereja yang berdiri aja susah
karena sulit dapat izin atau urusin gereja-gereja di pelosok yang mau rubuh.
Terus kalau bisa turunin deh biaya pendidikan Sekolah Katolik dan RS Katolik.
Komentator
2: Menurut saya harus diulas lagi knapa greja tsb getol bgt soal
pajak, saya kira greja harusnya fokus ke pelayanan dan penginjilan. Lebih baik
kembalikan smua ke nilai2 Alkitab, cari tau Tuhan mau apa, jangan cuma doktrin
greja. Salam damai.
Papist: Gereja Jerman
juga sudah fokus dalam pelayanan dan penginjilan dan pajak Gereja itulah salah
satu pendukung utama Gereja Jerman dalam melaksanakan pelayanan dan
penginjilan. Realistis aja lah. Uang memang bukan tujuan dari Pajak Gereja,
tapi Pajak Gereja itu penting bagi keberlangsungan karya pelayanan dan
penginjilan Gereja di Jerman. Btw, kita sebagai Katolik tidak cuma berpegang
pada Kitab Suci doang, tapi juga pada Tradisi Suci dan Magisterium Gereja.
Perlu diperhatikan bahwa Dekrit Konferensi Para Uskup Jerman itu adalah reaksi
atas sikap orang-orang yang menyangkal imannya di hadapan negara karena ingin
menghindari pajak. Jadi poinnya: Siapa yang menyangkal iman katoliknya, tidak
berhak untuk menerima Komuni Kudus, pemakaman Katolik dsb seperti hak-hak yang
dimiliki oleh orang-orang Katolik.
Komentator
3: pemakaman secara katolik merupakan hak setiap umat. Karena
umat adalah komunitas atau gereja itu sendiri. Jika berita Kompas itu benar,
maka kebijakan keuskupan di jerman dan persetujuan paus itu harus ditinjau
ulang dan gereja katolik dinilai telah mengalami kemunduran atau kembali kepada
kegagalan-kegagalan gereja di masa lalu.
Papist: betul,
pemakaman secara Katolik merupakan hak setiap umat. nah, berarti yang bukan
Katolik tidak berhak mendapatkan hak pemakaman secara Katolik dong, bukan
begitu?. Nah, inilah isi dekritnya: mereka yang menyangkal iman Katoliknya,
tidak berhak untuk mendapatkan pemakaman Katolik. Berita di kompas itu gak
jelas, tidak mengenal konteks berita dan saya pikir terlalu melebih-lebihkan
dan mendiskreditkan Gereja.
Dekrit Keuskupan Jerman dan persetujuan Paus atas
dekrit tersebut adalah tepat dan sesuai hukum Gereja, tidak ada yang perlu
ditinjau ulang: jelas orang yang menyangkal iman Katoliknya tidak berhak
mendapatkan apa yang menjadi hak seorang Katolik.
Dekrit ini reaksi, bukan sebab/cause, atas
orang-orang yang menyangkal imannya hanya demi menghindari pajak.
Starter: Pak Severus, Jadi solusi itu tidak dapat diterapkan karena
masalah kultur, dan pertimbangan Bapa Paus untuk menyetujui juga terkait
masalah kultur. Ya mudah2an tidak terjadi di Indonesia, jadi banggalah jadi
umat katholik di Indonesia yang mempunyai kultur bagus sehingga Gereja katholik
Roma tidak perlu menerapkan Pajak dengan sangsi yang seperti itu di sini.
Papist: Tidak membayar Pajak Gereja itu tidak
dikenai sanksi oleh Gereja. Tapi yang menyangkal iman Katolik secara sukarela
di hadapan negara itu yang dikenai sanksi tidak boleh menerima sakramen,
pemakaman Katolik dsb. Lucu banget menyatakan bahwa sanksi tidak membayar
Pajak Gereja adalah ekskomunikasi atau pelarangan pemakaman Katolik dsb.
Berarti sudah tergiring oleh media yang memberitakan secara keliru.
Pertimbangan
Paus menyetujui karena memang seperti itu hukumnya: yang menyangkal iman
Katolik tidak berhak mendapatkan apa yang menjadi hak seorang Katolik.
Papist: Pernyataan
yang SALAH: Yang tidak membayar Pajak Gereja, tidak berhak mendapatkan apa yang
menjadi hak seorang Katolik.
Mengapa salah?
Sebab secara aktual ada juga orang-orang yang tidak membayar Pajak Gereja
(yaitu yang penghasilannya kecil dan orang-orang miskin lainnya) tapi tetap
mendapatkan hak-haknya sebagai anggota Gereja Katolik.
Starter: Gini aja sepertinya, tidak akan bisa sama karena persepsi
berbeda, saya berpandangan dari aturan diatas bahwa gereja melalui negara
menerapkan aturan mengenai Pajak Gereja dengan sangsi dicabut hak2nya sebagai
umat katholik, yang menyebabkan 180 ribu orang menyangkal. itu pandangan saya,
Menurut anda sekalian, bagaimana jika hal tersebut terjadi di Indonesia?
Papist: saya mesti
mengoreksi beberapa bagian dari kalimat ini.
1. tidak ada
sanksi kepada mereka yang tidak membayar pajak Gereja dari Gereja Jerman.
Tolong jangan menggiring opini publik ke arah yang salah ini. Aturan Pajak
Gereja itu aturan negara, tercantum dalam konstitusi Jerman.
2. Bukan Pajak
Gereja yang menyebabkan 180rb orang itu menyangkal imannya; tetapi (berdasarkan
pernyataan seorang warga Jerman dan warga Belanda yang tinggal di Jerman), 180rb orang ini kebanyakan adalah mereka
yang SUDAH TIDAK menghidupi atau mempraktekkan iman Katoliknya. Jadi mereka
berpikir daripada dibebani pajak Gereja untuk sesuatu yang tidak mereka hidupi
lagi, mereka berpikir lebih baik menghindari pajak dengan menyatakan diri bukan
Katolik.
Ket: saya gak
ngerti mengapa setelah penjelasan panjang lebar dari saya, anda masih berusaha
memaparkan penjelasan keliru yang sudah dikoreksi berulang-ulang.
Papist: saya mengutip
pernyataan seorang rekan di luar negeri – “alasan orang-orang itu ditolak dari
penerimaan sakramen tidak sebatas karena mereka tidak membayar pajak; tetapi
karena mereka secara sukarela menyangkal iman mereka. Ketika seseorang tidak
peduli mengenai penyangkalan iman mereka, hanya untuk menghindari membayar
pajak yang kecil, iman mereka itu berarti sangat dangkal. Mengapa orang-orang
itu masih mau menerima sakramen-sakramen ketika iman mereka sudah tidak
bermakna lagi bagi mereka?”
Starter: saya mengutip pernyataan Prof Zapp' Zapp beragumentasi,
menurut doktrin Katolik, keanggotaan dalam gereja ditetapkan berdasarkan
keyakinan seseorang, dan bukan karena hubungan finansial seseorang dengan
organisasi gereja. ini saya setuju
Papist: memang betul,
tetapi Keanggotaan Gereja Katolik otomatis hilang ketika ia menyangkal imannya.
Masalahnya di sini, Zapp menyangkal imannya di hadapan negara dan Gereja tapi
masih memaksakan diri untuk menerima Sakramen Gereja, ini kan namanya munafik.
Saya mengutip Markus Nolte, teolog dan editor surat kabar Katolik, Kirche+Leben:
orang-orang Katolik di Jerman yang menghidupi imannya tidak memiliki masalah
dengan hal ini. Dia melihat debat sekarang utamanya adalah antara sejumlah
teolog dan pengacara tetapi tidak di antara mayoritas practicing Catholic.
Starter: jangankan untuk 8% untuk 50 persen aja akan diberikan secara
sukarela tapi jangan disebut Pajak dengan sangsi yang menggelikan pak. itu
naman prinsip bukan munafik. dan karena menghidupi imannya zab menolak itu
semua.
Papist: tuh kan, tidak
membayar pajak tidak dikenai sanksi oleh Gereja. Hallo, mau sampai kapan terjebak
sama pemikiran kayak gitu? Bila tidak membayar pajak Gereja, tidak dikenai
sanksi oleh Gereja . Tapi yang mereka yang secara sukarela menyangkal iman
mereka tidak berhak mendapatkan apa yang menjadi hak seorang Katolik.
Saya pribadi tidak melihat sumber permasalahannya
ada di Pajak Gereja, tapi sumber permasalahannya ada di mekanisme pengumpulan
Pajak Gereja berdasarkan aturan negara Jerman yang mengakibatkan hanya ada satu
alternatif untuk menghindari Pajak Gereja yaitu menyangkal iman.
Sampai komentar di atas, belum ada penambahan komentar lagi yang berkaitan langsung dengan Pajak Gereja dari thread starter. Secara umum, kesimpulan
yang bisa diambil adalah:
Dekrit Gereja
Jerman tidak menyatakan bahwa orang Katolik di Jerman harus membayar Pajak
Gereja untuk mendapatkan sakramen-sakramen dan pelayanan gerejawi. Gereja
Jerman juga tidak menyatakan bahwa orang-orang yang tidak membayar Pajak Gereja
dikenai sanksi ekskomunikasi dan semacamnya. Apa yang dinyatakan Gereja Jerman
dalam dekritnya adalah penegasan bahwa mereka yang secara sadar dan sukarela
menyangkal iman Katolik-nya di hadapan Gereja dan negara, tidak berhak
mendapatkan hak-hak yang dimiliki oleh seorang Katolik. Kondisi Perpajakan di
Jerman itu kompleks. Dengan aturan perpajakan Jerman sekarang, satu-satunya
mekanisme bagi orang-orang religius (Katolik, Protestan dan Yahudi) menghindari
pajak keanggotaan agama mereka adalah dengan menyangkal iman mereka sendiri di
hadapan negara dan agama mereka. Kita patut prihatin melihat kondisi. Satu hal,
saya mengharapkan anda, umat Katolik sekalian, untuk tidak menyerang dekrit
Gereja (yang menurut saya menawarkan terobosan yang baik) sebab dekrit ini mau
tidak mau harus dikeluarkan untuk menanggapi mereka yang menyangkal iman Katolik
mereka. Juga saya harap tidak menyerang Pajak Gereja di Jerman yang telah banyak
berkontribusi kepada Gereja-gereja Katolik di luar Jerman dan karya pelayanan
lain; seperti restorasi/pendirian kembali satu gereja dan satu biara di Georgia
di mana Keuskupan-keuskupan Jerman ikut membantu secara finansial. Solusi yang dapat ditawarkan adalah Gereja Katolik di Jerman harus berani untuk meminta Negara Jerman berhenti mengumpulkan Pajak Gereja bagi Gereja Katolik. Harus Gereja Katolik Jerman sendiri yang mengumpulkan apa yang menjadi milik Gereja dan Gereja-lah yang mengatur mengenai dispensasi atau mekanisme pembebasan Pajak Gereja (konsepnya sama seperti iuran wajib di banyak paroki di Indonesia yang fleksibel) sehingga orang-orang Katolik tidak perlu sampai menyangkal imannya untuk menghindari beban pajak.
Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter