Santo Bonaventura, Doktor Gereja |
Salib itu
sendiri adalah mengerikan, khususnya di hadapan sengsara Kristus. Namun
demikian, patutlah diinginkan karena memberikan kehidupan yang dikejar dan
diinginkan semua orang, yaitu kehidupan kekal. Tiada seorang pun yang
sedemikian jahatnya sampai berani mengatkan bahwa ia tidak mengejar dan
menginginkan hidup kekal itu. Kendati demikian, orang jahat mengusahakan dan
menginginkannya tidak secara layak; sebab mereka mau memiliki sekaligus hidup
kekal dan hidup dalam kehinaan serta kebusukan dosanya.
Saudara-saudara
terkasih, jalan ini tidak menuju hidup kekal, melainkan hanya jalan melalui
jembatan Kristus. Jadi melalui salib, melalui perjuangan melawan musuh dan
melalui kemenangan atas mereka. Dipandang secara lahirian, salib memang nampak
mengerikan, tetapi secara batiniah, sungguh patut diinginkan. Dilihat secara
lahiriah belaka, salib tampak sebagai kayu palang maut tetapi dipandang secara
batiniah, tampaklah misteri salib itu sebagai pohon kehidupan justru karena Dia
yang bergantung pada salib itu. Memang salib adalah sumber kehidupan dan
memberikan hidup karena ia mencurahkan rahmat. Dalam surat kepada umat di Roma
ada tertulis: “Upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup kekal”
(Rom 6:23). Salib adalah kayu yang memberikan hidup berahmat; dengan itu kita
diperbaharui dalam Kristus, diperbaharui oleh embun rahmat pertobatan.
Kayu manakah
yang memiliki daya yang dapat membawa orang dari kelayuan kepada kesuburan dan
dari kematian kepada kehidupan? Bukankah kayu salib Kristus semata-mata?
Mengapa Putera Allah menderita sengsara hanya untuk bangsa manusia dan bukan
untuk para malaikat? Sebab hanya manusialah yang dapat menerima pertobatan dan
bukan malaikat. Nah, manusia adalah kayu yang oleh kelembapan air, yaitu orang
karena pertobatan, dapat sampai kepada kesuburan.
Jadi salib
adalah kayu yang memberikan hidup berahmat. Oleh karena itulah kita yang begitu
sering mengalami kematian akibat dosa kita, mau merindukan kayu itu; kita mau
bermatiraga dan menderita bersama Kristus. Rasul Petrus berkata: “Karena
Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga mempersenjatai
dirimu dengan pikiran yang demikian” (1 Pet 4:1). Jika kita tidak melakukan
ulah tapa maka aku tidak melihat kemungkinan bagaimana kita dapat
mempertanggungjawabkannya dalam pengadilan kelak. Jadi, jika engkau hendak
menghasilkan buah roh, maka engkau harus mematiragakan dagingmu. Yohanes
menunjukkan kepada kita, dengan teladan Kristus: “Jikalau biji gandum tidak
jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jiga ia mati, ia
akan menghasilkan banyak buah. (Yoh 12:24). Jadi, jika kita bersama Kristus
yang telah mati – bahkan mati disalib – mau memetik buah kayu salib itu, maka
kita mesti disalibkan bersama Dia, agar dapat menghasilkan buah rohani.
Saudara-saudara
terkasih, barangsiapa hendak menemukan Tuhan, ia menemukan-Nya di salib. Siapa
yang meninggalkan salib, meninggalkan Tuhan juga. Siapa yang diliputi dengan
keinginan kepada salib dan kepada Tuhan, menemukan Tuhan di sana. Dan ia
menemukan-Nya bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan curahan rahmat.