Konsili
Trente berlangsung selama 18 tahun (1545-1563) di bawah lima Paus: Paulus III,
Julius III, Marselus II, Paulus IV dan Pius IV. Dalam Konsili ini hadir 5 (7)
kardinal utusan Tahta Suci, 3 Patriark, 33 Uskup Agung, 235 Uskup, 7 Kepala
Biara, dan 160 Doctor of Divinity.
Konsili ini diadakan untuk memeriksa dan menghukum kesalahan-kesalahan ajaran yang
diajarkan oleh Luther (mantan Imam Katolik) dan “para reformator” lainnya
sekaligus untuk memperbaharui disiplin Gereja. Konsili ini adalah konsili yang
paling lama dilakukan oleh Gereja dan paling banyak mengeluarkan
pernyataan-pernyataan dogmatis dan reformatoris selama sejarah Gereja. Scott
Hahn menyebutkan Konsili Trente sebagai Konsili yang menghasilkan pernyataan
yang sistematis untuk menegaskan kebenaran ajaran-ajaran Kristus dan Gereja
Katolik terhadap ajaran-ajaran keliru Luther dan “Para Reformator” lainnya.
Dalam
pernyataan-pernyataan yang dogmatis dari Konsili Trente, seringkali kita
temukan pernyataan “let him be anathema” yang
diterjemahkan menjadi “Biarkanlah ia
menjadi terkutuk” atau dalam Kitab Suci diterjemahkan lebih singkat “Terkutuklah ia”. Pernyataan ini dapat
kita temukan dalam Surat St. Paulus ke umat di Galatia.
Gal 1:9 As we said before, so now I say again: IF ANY ONE preach to you a gospel, besides that which you have received, LET HIM BE ANATHEMA.
Gal 1:9 Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: JIKALAU ADA ORANG yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, TERKUTUKLAH DIA.
Konsili
Trente seringkali disebut sebagai konsili “yang
bertaburan anathema” karena hampir semua kanon dan dekrit Konsili Trente
mengandung deklarasi anathema tersebut. Memang bahwa konsili-konsili dogmatis (konsili
yang menegaskan dan mendeklarasikan dogma) sebelum Konsili Trente juga
mengandung deklarasi anathema ini, tapi dari segi jumlah Konsili Trente adalah
konsili yang paling banyak memuat deklarasi anathema. Para pembaca sekalian bisa
membaca keseluruhan teks Konsili Trente di
situs Hanover College, Indiana (AS).
Mari kita
lihat contoh kanon Konsili Trente mengenai Ekaristi, yaitu Sesi 13 Kanon 1 dan
2.
1. IF ANY ONE denieth, that, in the sacrament of the most holy Eucharist, are contained truly, really, and substantially, the body and blood together with the soul and divinity of our Lord Jesus Christ, and consequently the whole Christ; but saith that He is only therein as in a sign, or in figure, or virtue; LET HIM BE ANATHEMA.2. IF ANY ONE saith, that, in the sacred and holy sacrament of the Eucharist, the substance of the bread and wine remains conjointly with the body and blood of our Lord Jesus Christ, and denieth that wonderful and singular conversion of the whole substance of the bread into the Body, and of the whole substance of the wine into the Blood-the species Only of the bread and wine remaining-which conversion indeed the Catholic Church most aptly calls Transubstantiation; LET HIM BE ANATHEMA.Terjemahan Bebas:“JIKALAU ADA ORANG yang menyangkal bahwa di dalam Sakraman Ekaristi Mahakudus benar-benar, sungguh-sungguh dan secara substansial terkandung Tubuh dan Darah bersama dengan Jiwa dan Keilahian Tuhan kita Yesus Kristus, dan karenanya Kristus secara keseluruhan; namun sebaliknya berkata bahwa Dia hanya berada di dalamnya [nya = Sakramen Ekaristi] seperti di dalam sebuah simbol, atau dalam gambaran, atau dalam kebajikan; TERKUTUKLAH DIA.”“JIKALAU ADA ORANG berkata bahwa substansi roti dan anggur tetap ada di dalam Sakramen Ekaristi yang kudus, bersamaan dengan Tubuh dan Darah Yesus, dan menolak perubahan yang ajaib dan tunggal dari keseluruhan substansi roti menjadi Tubuh Kristus dan dari keseluruhan anggur menjadi Darah Yesus, dan rupa luar dari roti dan anggur saja yang tertinggal, seperti yang disebut oleh Gereja Katolik sebagai transubstansiasi; TERKUTUKLAH DIA.”
Bila kita
lihat, struktur pernyataan Konsili Trente tidak bisa disangkal lagi strukturnya
sama dengan pernyataan Santo Paulus: “Jikalau
ada orang ... Terkutuklah Dia”. Sederhananya, pernyataan Anathema dari
Gereja Katolik dalam Konsili Trente (dan konsili-konsili dogmatis lainnya)
mengambil dasar dari Kitab Suci.
Penulis
yakin bahwa ada atau bahkan banyak umat Katolik kaget, kecewa,
bersungut-sungut, atau mungkin marah bila membaca kanon-kanon Konsili Trente
yang bertaburan “Terkutuklah Dia”.
Mungkin juga ada yang menganggap Gereja Katolik-lah tidak punya kasih dan
mengutuk orang-orang yang mengimani ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ajaran-ajaran
yang benar dari Gereja Katolik. Sementara itu, beberapa orang Katolik kerap
menggunakan kanon-kanon Konsili Trente secara keliru dengan tendensi untuk
menunjukkan bahwa Gereja Katolik meng-anathema orang-orang Protestan.
Oleh
karena itu, Indonesian Papist membuat artikel ini untuk mengklarifikasikan
kesalahpahaman umum yang terjadi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya
mengenai Konsili Trente dan Deklarasi Anathema-nya.
Dalam dua
contoh kanon Konsili Trente mengenai Ekaristi yang diikuti dengan deklarasi
Anathema, kita bisa menemukan Dogma Gereja bahwa Kristus sendiri hadir
secara nyata dalam Sakramen Ekaristi dan bahwa terjadi perubahan substansi
secara keseluruhan dari roti dan anggur menjadi keseluruhan Tubuh dan Darah
Kristus pada saat konsekrasi. Ini adalah kebenaran Kristus dan Gereja-Nya, kebenaran
yang berlaku universal. Dengan demikian, Gereja menolak ajaran Martin Luther
yang mengajarkan Konsubstansiasi (substansi roti dan anggur hadir bersamaan
dengan substansi Tubuh dan Darah Kristus) dan ajaran John Calvin serta sejumlah
“reformator” lainnya yang mengajarkan bahwa Kristus hadir hanya secara
simbolis, tidak secara nyata, dalam Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi.
Kedua ajaran ini adalah sesat, dalam artian bertentangan dengan ajaran Kristus
dan Gereja.
Namun,
apakah dalam Konsili Trente yang bertaburan Anathema ini, Gereja mengutuk
setiap orang yang mengimani ajaran-ajaran sesat tersebut? Apakah Gereja
mengutuk orangnya?
Dalam
Konsili Trente, apa yang dikutuk oleh Gereja adalah ajaran-ajaran sesatnya,
ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ajaran Kristus dan Gereja. Gereja
tidak mengutuk orangnya. Bukan Gereja yang mengutuk orang-orang yang
mengimani dan mengajarkan ajaran sesat
tersebut melainkan orang itu sendiri yang membuat dirinya menjadi seorang
yang terkutuk. Gereja, dengan otoritas dari Kristus Sang Kepala Gereja,
mempromulgasikan dogma-dogma secara tak dapat sesat yang wajib diimani oleh
setiap umat Katolik. Karenanya, umat yang menolak atau menyangkal dogma-dogma
ini atau meyakini ajaran-ajaran yang bertentangan dengan dogma-dogma ini, telah
menjadikan dirinya sendiri sebagai seorang yang terkutuk.
Hal ini
sama dengan yang diucapkan oleh St. Paulus dalam surat pertamanya kepada umat
di Korintus. 1 Kor 16:22
“Siapa yang tidak mengasihi Tuhan,
terkutuklah ia.” – “If any one love
not our Lord Jesus Christ, let him be anathema.” Adalah sebuah kebenaran bahwa
kita harus mengasih Kristus Tuhan kita. Ada yang berani menyangkal ini? Sama
seperti Gereja Katolik, dalam 1 Kor 16:22 ini, St. Paulus tidak mengutuk orang
yang menolak Kristus. Tetapi orang yang tidak mengasihi Kristus telah
menjadikan dirinya seorang terkutuk. St. Paulus memberitahu kebenaran itu
sekaligus memberitahu bahwa bila kita menolak kebenaran itu, kita menjadikan
diri kita seorang yang terkutuk. Kembali kepada deklarasi dalam bahasa
Inggrisnya: Let Him Be Anathema - Biarkan Dia Menjadi Seorang Terkutuk.
Hal lain
yang perlu diketahui, Anathema adalah hukuman/penalti gerejawi yang sekarang
masih ada namun upacara atau seremoni penjatuhan anathema oleh Gereja Katolik sudah tidak dirayakan lagi sejak
promulgasi Kitab Hukum Kanonik baru tahun 1983. Anathema, hukuman gerejawi
terberat tidaklah pernah jatuh secara otomatis. Orang-orang Katolik -atau dulunya
pernah Katolik- yang mengimani dan mengajarkan ajaran sesat yang bertentangan
dengan ajaran Kristus dan Gereja terlebih dahulu harus dilaporkan, diselidiki
dan diadili oleh otoritas gerejawi setempat, dalam hal ini Uskup atau Kepala
Biara atau Superior Ordo (bila yang mengajarkan ajaran sesat itu adalah anggota
suatu ordo atau biara). Otoritas gerejawi inilah yang berhak mendeklarasikan
Anathema.
Namun, Anathema
BUKANLAH Vonis Mati, bukanlah deklarasi bahwa orang yang ter-anathema itu
adalah orang yang terkutuk selamanya. Jimmy
Akin, apologeter katolik senior di catholic.com menjelaskan bahwa: “Anathema merupakan suatu cara resmi untuk
memberi sinyal kepada orang itu bahwa dia telah melakukan suatu kesalahan yang
sungguh berat yang membahayakan jiwanya sendiri, dan karenanya dia perlu
bertobat. Anathema, seperti halnya bentuk ekskomunikasi yang lain, adalah hukuman
yang menyembuhkan, yang dirancang untuk mempromosikan kesembuhan rohani dan
rekonsiliasi.”
Dua Bapa
Gereja Perdana, St. Agustinus dan St. Siprianus, mengajarkan bahwa Allah adalah
Bapa dan Gereja adalah Ibu. Gereja adalah Bunda kita yang sungguh mengasihi
kita, putra-putrinya. Layaknya seorang ibu yang mengajarkan kita mana yang
benar dan mana yang salah, yang memberitahukan mana yang benar dan mana yang
salah; Gereja dalam Konsili Trente ini mengajarkan dan memberitahukan pula mana
ajaran Kristus dan mana yang bukan.
Gereja
dalam deklarasi anathema-nya memberikan sinyal-sinyal peringatan demi keselamatan
jiwa kita agar tidak mengalami kebinasaan kekal; sama seperti seorang ibu
memperingati anak-anaknya supaya tidak bermain di tepi jurang. Semakin anak-anaknya
bermain lebih dekat dengan tepi jurang, semakin keras seorang ibu memperingati
bahkan memarahi anak-anaknya tersebut supaya anak-anaknya jangan bermain di
tepi jurang yang dapat membahayakan nyawa mereka. Demikian pula, semakin jiwa
kita mendekati bahaya kebinasaan kekal, semakin keras sinyal peringatan yang
diberikan oleh Gereja agar kita segera tersadar dan bertobat dari jalan kita
yang sesat. Karena itu, berterima kasih kepada Allah yang telah memberikan
Gereja kepada kita.
Lalu
apakah anathema ini berlaku untuk saudara-saudara terpisah Protestan?
Memang, ada banyak umat Katolik mengutip Konsili Trente tidak tepat sasaran, yaitu dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa semua umat Protestan mendapatkan anathema dalam Konsili Trente. Ini adalah miskonsepsi/kesalahpahaman yang parah. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, anathema adalah penalti gerejawi, bentuk ekskomunikasi (pengucilan) yang berat. Anathema juga disebut sebagai Ekskomunikas Mayor. Karenanya, sebagaimana ekskomunikasi hanya ditujukan kepada orang-orang Katolik, maka demikian pula anathema hanya ditujukan kepada orang-orang Katolik yang meyakini ajaran-ajaran sesat, meski saat ini mereka sudah menyatakan diri bukan Katolik lagi. Anathema TIDAK PERNAH DITUJUKAN kepada mereka yang sejak lahir beragama non-Katolik (entah itu Protestan, Islam, Buddha, Hindu etc) yang belum pernah menerima baptisan Katolik atau yang belum pernah menjadi Katolik. Sehingga sekalipun Gereja melalui Konsili Trente menegaskan ajaran-ajaran Kristus dan Gereja serta menolak ajaran-ajaran Protestanisme melalui dekrit-dekrit dan kanon-kanon anathema-nya, namun hukuman gerejawi berupa anathema ini TIDAK BISA diaplikasikan atau diberikan kepada mereka.
Memang, ada banyak umat Katolik mengutip Konsili Trente tidak tepat sasaran, yaitu dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa semua umat Protestan mendapatkan anathema dalam Konsili Trente. Ini adalah miskonsepsi/kesalahpahaman yang parah. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, anathema adalah penalti gerejawi, bentuk ekskomunikasi (pengucilan) yang berat. Anathema juga disebut sebagai Ekskomunikas Mayor. Karenanya, sebagaimana ekskomunikasi hanya ditujukan kepada orang-orang Katolik, maka demikian pula anathema hanya ditujukan kepada orang-orang Katolik yang meyakini ajaran-ajaran sesat, meski saat ini mereka sudah menyatakan diri bukan Katolik lagi. Anathema TIDAK PERNAH DITUJUKAN kepada mereka yang sejak lahir beragama non-Katolik (entah itu Protestan, Islam, Buddha, Hindu etc) yang belum pernah menerima baptisan Katolik atau yang belum pernah menjadi Katolik. Sehingga sekalipun Gereja melalui Konsili Trente menegaskan ajaran-ajaran Kristus dan Gereja serta menolak ajaran-ajaran Protestanisme melalui dekrit-dekrit dan kanon-kanon anathema-nya, namun hukuman gerejawi berupa anathema ini TIDAK BISA diaplikasikan atau diberikan kepada mereka.
Demikianlah
tulisan penjelasan dan klarifikasi mengenai Konsili Trente dan Anathema ini,
semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita. Semoga kita
semakin mengasihi Gereja dan mendengarkan peringatan-peringatannya yang berguna
bagi keselamatan jiwa kita.
Artikel
ini ditulis oleh Indonesian Papist, direkonstruksi dari tulisan
hasil pemikiran bersama empat orang admin page-page Katolik; In Cruce Salus
(page Gereja Katolik dan Katolik Menjawab), Pax et Bonum alias Indonesian
Papist (page Gereja Katolik dan Katolik Menjawab), Dominus Meus et Deus Meus
(page Katolik Indonesia dan Katolik Menjawab, owner blog Perawan Maria), Pax Christi (page
Katolik Indonesia dan Katolik Menjawab).
Referensi:
Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter