Menghadapi Godaan-godaan
Poin
Penting: Hari ini kita melihat mengapa Allah mengizinkan godaan-godaan: yaitu
supaya kita mengakui ketergantungan kita kepada-Nya.
Minggu lalu kita telah menyelesaikan seri lima minggu
mengenai Ekaristi – Yohanes, Bab 6, Yesus Roti Kehidupan. Injil hari ini
mengangkat mengenai kekhawatiran yang berhubungan dengan Misa: masalah godaan
selama doa.
Yesus mengutip Yesaya mengenai orang-orang yang menghormati
Allah dengan bibir mereka, sementara hati mereka tetap jauh dari Dia. Banyak
orang merasa seperti itu ketika mereka duduk untuk berdoa, terutama saat Misa.
Segera setelah kita membuat Tanda Salib, godaan-godaan mulai membanjiri pikiran.
Apa yang seseorang dapat lakukan mengenai godaan? Saya tidak
memiliki solusi yang pasti, tetapi saya dapat membagikan beberapa pengalaman saya
pribadi. Saya hendak berbicara mengenai tiga jenis godaan.
Mari kita mulai dengan kabar baik. Beberapa godaan dapat
menjadi positif. Seringkali ketika saya berdoa, beberapa kebutuhan atau tugas
akan datang ke dalam pikiran saya. Mungkin ada seseorang yang harus saya
telepon. Saya belum memikirkan tentang dia sepanjang hari, tetapi ketika saya
mulai berdoa, saya ingat bahwa saya berjanji untuk menelepon dia. Saya mencoba
untuk menahan diri terhadap desakan untuk berhenti berdoa dan [desakan] untuk meneleponnya.
Malahan saya mungkin mencatat namanya untuk didoakan kemudian kembali untuk
berdoa. Hal terbaik yang bisa saya lakukan untuk teman saya adalah berdoa.
Ketika ada seseorang datang ke dalam pikiran saya, itu
berarti saya harus berdoa untuk dia. Hal ini terutama terjadi ketika saya
mengingat seseorang yang telah menyakiti saya. Bila godaan itu terjadi dalam
Misa, saya mencoba untuk membawa hal itu ke dalam apa yang sedang terjadi di
altar. Yesus memberikan hidup-Nya untuk saya, untuk pengampunan dosa-dosa saya.
Bukankah sebaiknya saya meminta Dia membantu saya untuk mengampuni orang yang
telah menyakiti saya? Jadi, godaan-godaan yang mengingatkan kita akan seseorang
atau kewajiban kita dapat menjadi positif. Kita dapat mengintegrasikannya ke
dalam doa, bahkan ke dalam Misa.
Saya sekarang hendak berbicara mengenai godaan tipe kedua:
yaitu yang datang dari daging – tarikan ke bawah dari kodrat manusia.
Kadang-kadang ketika saya sedang merayakan Misa, saya akan berpikir mengenai
apa yang saya miliki di kulkas. Mungkin seseorang telah memberikan saya tamales. Saya membayangkan diri saya
sendiri meletakkan makanan itu ke dalam microwave dan bagaimana tampilan
makanan itu ketika saya menariknya keluar dari microwave. Saya tidak merasa
lapar, tetapi tiba-tiba semua tamales itu menjadi fokus perhatian saya. Pada saat
mulai membayangkan hal ini, apa yang perlu saya lakukan adalah berkata, “Tolong!”. Mengakui bahwa saya tidak
tahu bagaimana berdoa dan tidak mengenal Roh Kudus adalah pribadi yang berdoa
di dalam diri saya. Seperti yang Yesus katakan, “roh memang
penurut, tetapi daging lemah.” Tuhan, berikanlah aku Roh-Mu yang sangat kuat. Yesus mengizinkan
kelemahan daging sehingga kita mengakui ketergantungan kita kepada-Nya. Hal ini
tidak berarti kita diberikan ke dalam daging. Kita berada dalam pertempuran
spiritual – dan seringkali pertempuran tersebut menjadi sangat dahsyat ketika
kita mencoba untuk berdoa.
Saya memberi contoh di atas mengenai kerakusan. Ini berarti
lebih dari sekadar makan berlebihan, tetapi juga menjadikan makan sebagai salah
satu pusat pikiran seseorang. Di samping ketamakan, ada 6 dosa pokok lainnya –
sebagai contoh iri hati, keserakahan, nafsu birahi – yang mana saja dapat
datang ke hadapan kita selama berdoa. Jangan membiarkan dan jangan menyerah.
Tetaplah melawan godaan-godaan yang datang dari daging – dan tetaplah memohon
pertolongan kepada Allah.
Tipe ketiga godaan menawarkan beberapa keenakan: yaitu yang
datang dari ketidaksopanan dalam berpakaian. Uskup John Yanta telah menulis
surat yang bermanfaat mengenai Kesopanan saat Misa.
Ketidaksopanan dalam Misa adalah bagian dari sebuah masalah
yang lebih besar – ketiadaan kesopanan dalam budaya kita. Masyarakat kita
menyajikan ketidaksopanan sebagai sesuatu yang membebaskan, padahal dalam
kenyataannya hal itu memperbudak orang. Lebih dari itu, ketidaksopanan
mengelilingi kita bahkan menelan kita.
Untuk memahami apa yang kita sedang lawan, saya hendak
menggunakan gambaran dari film Lord of
The Rings. Anda mungkin mengingat laba-laba raksasa, Shelob, yang menyerang
Frodo. Laba-laba itu mengelilingi Frodo dengan jaring-jaring lengket sehingga
ia dapat melahap Frodo.
Begitu juga, budaya kita -
yang adalah sebuah budaya kematian – putaran jaring ketidaksopanan.
Melawan jaring-jaring tersebut, kita terlihat tak berdaya. Kita, bagaimanapun
juga, memilih beberapa alat perang di sisi kita. Anda mungkin mengingat bahwa
ketika jaring-jaring Shelob membungkusi Frodo, Samwise teman Frodo melawan
balik. Ia hanya memiliki dua senjata – sebuah pedang kecil hobbit yang terlihat
konyol melawan laba-laba raksasa. Tetapi ia juga memiliki Phial (botol kecil) dari Galadriel. Phial itu mengeluarkan seberkas cahaya yang menyebabkan Shelob
mengecil. Hal ini memungkinkan Samwise untuk menghancurkan makhluk yang
mengerikan tersebut.
Bila kita berseru kepada Kristus, Ia akan mengirimkan
seorang malaikat untuk membela kita. Terutama adalah sangat membantu dengan
meminta pengantaraan dari Bunda Maria Yang Terberkati. Pertempuran ini tidak
akan berakhir sampai saat kita dimasukkan ke dalam kubur, tetapi kita dapat
mencari pertolongan untuk keluar dari jaring-jaring lengket yang menelan kita
hari ini. Janganlah putus asa – dan terutama ketika kita datang ke Misa kita
dapat berseru meminta pertolongan, bagi kita dan bagi orang-orang muda kita. Saya
akan berbicara lebih banyak mengenai pertempuran untuk kemurnian Minggu depan.
Hari ini kita melihat mengapa Allah mengizinkan godaan-godaan:
yaitu supaya kita mengakui ketergantungan kita kepada-Nya. Kita hidup dalam
sebuah budaya kematian (culture of death)
yang mengancam menelan kita. Para musuh menggunakan budaya tersebut untuk
menyerang kita dari semua sisi. Tetapi, ketika kita meminta, Roh Kudus
memberikan kita pertolongan. Seperti yang St. Yakobus katakan: “Setiap
pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas,
diturunkan dari Bapa segala terang ... terimalah dengan lemah lembut firman
yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.” (Yak 1:17,21). Amin.
Pater Phil Bloom adalah Pastor Paroki St. Mary of
the Valley, Monroe
Homili di atas diterjemahkan dari situs resmi
paroki tersebut.
Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter