Di dalam salah satu diskusi di
sebuah grup, seorang umat Katolik memberikan pernyataan bahwa sebuah komunitas
umat beriman tanpa adanya Imam Pembimbing atau Pastor Moderator adalah
komunitas yang tidak sehat. Berikut ini pernyataannya:
Intinya gini: apapun bentuk, siapa org2 di dlm komunitasnya, klo gak ada Imam pembimbing/Pastor moderator=TIDAK SEHAT. Bukan suatu komunitas yg patut diikuti oleh umat Katolik. WASPADALAH para umat Katolik!
Pernyataan ini muncul dari sebuah diskusi di mana umat tersebut mempertanyakan perserikatan tanpa imam pembimbing tempat saya dan sejumlah rekan Katolik saya saling belajar membaca, membahas dan memahami dokumen-dokumen Gereja. Saya di grup tersebut sudah memberi
tanggapan yang intinya menolak pernyataan di atas. Berikut ini responnya:
Kitab
Hukum Kanonik menjamin eksistensi atau keberadaan Perserikatan De Facto, yaitu
perserikatan kaum beriman yang didirikan atas persetujuan di antara anggotanya
dengan peraturan yang ditetapkan bersama oleh para anggota itu sendiri tanpa
ingin mencari pengakuan gerejawi otoritas Gereja setempat. Karena tidak mencari
pengakuan gerejawi, maka tentu tidak akan ada ditemukan pastor atau uskup
pembimbing dalam Perserikatan De Facto. Pernyataan Saudara ini jelas
bertentangan dengan Kitab Hukum Kanonik apalagi sampai berkata bahwa Perserikatan De Facto = Tidak sehat
karena tidak adanya Imam pembimbing.
Pernyataan-pernyataan KHK yang
terkait:
Kan. 215 Adalah hak sepenuhnya kaum beriman kristiani untuk dengan bebas mendirikan dan juga memimpin perserikatan-perserikatan dengan tujuan amal-kasih atau kesalehan, atau untuk mengembangkan panggilan kristiani di dunia, dan untuk mengadakan pertemuan-pertemuan guna mencapai tujuan-tujuan itu bersama-sama.
Kan. 299 § 1 Kaum beriman kristiani berhak sepenuhnya untuk mendirikan perserikatan-perserikatan, dengan perjanjian privat antar mereka sendiri, untuk mengejar tujuan-tujuan yang disebut dalam kan. 298, § 1, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 301, §1.
Kan. 298 § 1 Dalam Gereja hendaknya ada perserikatan-perserikatan yang berbeda dengan tarekat-tarekat hidup-bakti dan serikat-serikat hidup kerasulan, dimana orang-orang beriman kristiani baik klerikus maupun awam atau klerikus dan awam bersama-sama, dengan upaya bersama mengusahakan pembinaan hidup yang lebih sempurna, atau untuk memajukan ibadat publik atau ajaran kristiani, atau melaksanakan karya-karya kerasulan lain, yakni karya evange- lisasi, karya kesalehan atau amal dan untuk menjiwai tata dunia dengan semangat kristiani.
Kan. 301 § 1 Hanyalah otoritas gerejawi yang berwenang berhak mendirikan perserikatan kaum beriman kristiani yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain, yang penyelenggaraannya menurut hakikatnya direservasi pada otoritas gerejawi itu.
Penjelasan
terhadap Perserikatan Kaum Beriman termasuk Perserikatan De Facto dapat dibaca
di tulisan seorang
Lisensiat Hukum Kanonik bernama R. Michael Dunnigan, JD, JCL. (Juris Canonici
Licentiatus -- Licentiate in Canon Law).
Saya kutipkan yang secara langsung
berkaitan dengan Perserikatan De Facto.
However, a group need not seek any official recognition by the bishop. This is the meaning of the repeated reference by Vatican II to lay people acting "on their own initiative." Different groups have different purposes. The two values that the group must weigh are (1) recognition by the bishop, which may help some groups to accomplish their purposes, and (2) flexibility, which comes from maintaining independence from formal Church structures. The key thing to remember is that different structures fit different groups. Recognition brings both advantages and disadvantages,[15] and there is nothing wrong with a lay apostolate that does not request official status.[16] Groups that do not seek recognition are called "de facto associations" and they are entirely legitimate.[17] (Both Andrew's apostolate and the Saint Joseph Foundation are de facto associations.)
Although canon law especially recommends associations that have official status (c. 298), canonists appear to be unanimous that the faithful have a right to form and to join groups that are not recognized by the bishop.[18] The Canon Law Society of America says that "it would be a violation of this right to prohibit membership in associations that are established in keeping with the law, even though they are not organized by or under the direction of a pastor or bishop."[19]
Inti dari petikan di atas: Sebuah
perserikatan umat beriman TIDAK WAJIB mencari pengakuan resmi apapun dari
Uskup. Hal ini dikatakan bahwa kaum awam bertindak "atas dasar inisiatif
mereka sendiri." Perserikatan yang tidak mencari pengakuan dari otoritas
Gereja disebut Perserikatan De Facto dan perserikatan jenis ini sepenuhnya
LEGITIM (SAH). Contohnya: Andrew's apostolate and the Saint Joseph Foundation. Adalah
sebuah pelanggaran melarang kaum beriman untuk bergabung dalam perserikatan de
facto ini sekalipun tidak diatur atau berada di bawah bimbingan seorang pastor
atau uskup.
Jadi,
pernyataan seorang Katolik di atas,
walau mungkin tidak secara eksplisit
melarang umat beriman bergabung dalam Perserikatan De Facto, telah dengan eksplisit merendahkan perserikatan tipe ini padahal
perserikatan tipe ini sah menurut KHK.
Ket: Saya sengaja mempublikasikan dan mengarsipkannya di situs ini agar dibaca lebih luas lagi supaya umat Katolik lainnya tidak jatuh pada pemahaman "sebuah komunitas umat beriman tanpa imam pembimbing = Tidak sehat." Pemahaman seperti ini, bila ditelaah, adalah salah satu bentuk romo-sentrisme.
Pax et Bonum
follow Indonesian
Papist's Twitter