Menjelang umur 50 tahun, Konsili Vatikan II yang
diselenggarakan dari tanggal 11 Oktober 1962 hingga 8 Desember 1965 masih sering disalahpahami dari
berbagai sisi oleh banyak umat Katolik. Penyebaran kekeliruan melalui media
yang sangat cepat dan begitu intens mengenai Konsili Vatikan II semakin membuat
kesalahpahaman tersebut mengakar dan tentu saja semakin sulit untuk dikoreksi.
Tetapi, bagaimanapun juga, kita tidak dapat berada dalam kondisi seperti ini terus.
Oleh karena itu, saya akan memaparkan sejumlah kesalahpahaman umum mengenai
Konsili Vatikan II dan koreksinya.
1. Konsili
Vatikan II adalah konsili dogmatis.
Apa yang
dimaksudkan dari pernyataan ini adalah Konsili Vatikan II merupakan konsili yang membuat dan mendeklarasikan ajaran (dogma dan
doktrin) baru yang berbeda dari ajaran Gereja Katolik sebelum Konsili
Vatikan II. Ajaran-ajaran Konsili Vatikan II dipandang sebagai satu-satunya
ajaran Gereja yang berlaku untuk masa sekarang, sementara ajaran-ajaran
konsili-konsili ekumenis sebelumnya tidak berlaku lagi.
Pernyataan di
atas adalah keliru dan tidak pernah sesuai dengan apa yang diintensikan oleh
Konsili Vatikan II sendiri. Konsili Vatikan II sungguh adalah magnum opus (karya besar) Gereja Katolik
pada abad ke-20 tetapi sifat atau natur
dari Konsili Vatikan II bukanlah konsili dogmatis melainkan konsili pastoral.
Konsili Vatikan II secara umum berbicara bagaimana ajaran-ajaran Gereja yang
sudah dipegang sejak Gereja berdiri tahun 33 AD disajikan dan diteruskan kepada
dunia dalam bentuk yang lebih segar sesuai dengan perkembangan zaman serta
bagaimana Gereja berinteraksi dengan dunia modern tanpa mengkompromikan
ajaran-ajarannya. Berikut ini saya kutipkan pernyataan-pernyataan Para Bapa
Konsili Vatikan II dan Joseph Cardinal Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI):
“Tujuan [Vatikan II] sejak pertama adalah pembaharuan pastoral dalam Gereja dan sebuah pendekatan baru kepada [dunia] luar.” (John Kardinal Heenan, Kardinal dan Uskup Agung Westminster, Bapa Konsili Vatikan II)
“Ada mereka yang bertanya atas otoritas apa, atas kualifikasi teologis apa Konsili [Vatikan II] berkehendak untuk memberikan kepada ajaran-ajarannya, dengan mengetahui bahwa konsili [Vatikan II] menghindari mengeluarkan definisi-definisi dogmatis yang meriah [yang] didukung oleh otoritas mengajar Gereja yang tidak bisa salah. Jawabannya [dapat] diketahui oleh mereka yang mengingat deklarasi konsili pada 6 Maret 1964 yang diulangi lagi pada 16 November 1964. Mengingat sifat pastoral dari Konsili [Vatikan II], [konsili ini] menghindari pernyataan secara luar biasa atas dogma apapun yang membawa tanda ke-tak-bisa-salah-an.” (Paus Paulus VI)
“ ... Memang ada mentalitas pandangan sempit yang mengisolasi Vatikan II dan yang telah memprovokasi pertentangan ini. Ada banyak hal darinya yang memberikan kesan bahwa, sejak Vatikan II dan sesudahnya, semuanya telah berubah, dan apa yang mendahuluinya (Vatikan II) tidak mempunyai nilai atau, paling tidak, hanya mempunyai nilai dalam terang Vatikan II. ... Konsili Vatikan II tidak diperlakukan sebagai bagian dari seluruh Tradisi yang hidup dari Gereja., tapi sebagai akhir dari tradisi, sebuah awal dari nol. Padahal sebenarnya adalah konsili ini tidak mendefinisikan dogma apapun, dan secara sengaja memilih untuk tetap berada pada level yang sederhana, hanya sebagai konsili pastoral; namun banyak yang memperlakukannya (Vatikan II) seakan-akan [Vatikan II] sendiri membuat dirinya (Vatikan II) menjadi suatu superdogma yang menghilangkan pentingnya semua [Tradisi hidup Gereja] yang lain. ... Satu-satunya cara yang mana untuk membuat Vatikan II masuk akal adalah untuk menyajikannya (Vatikan II) sebagai apa adanya; [yaitu sebagai] satu bagian dari ketidakterputusan, keunikan Tradisi dari Gereja dan dari imannya (Gereja).” (Joseph Kardinal Ratzinger, sekarang Paus Benediktus XVI, di hadapan para Uskup Cile.)
Ket: Terimakasih kepada Deusvult, moderator situs
ekaristi.org, atas terjemahannya.
2. Konsili
Vatikan II membatalkan dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus (Di Luar Gereja Tidak
Ada Keselamatan). Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa “di luar Gereja ada
keselamatan.”
Kesalahpahaman
ini adalah konsekuensi dari kesalahpahaman pertama yang saya tulis di atas.
Banyak umat Katolik menganggap bahwa dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah
ajaran Gereja masa lalu yang sudah dibatalkan oleh Konsili Vatikan II dan
digantikan dengan ajaran “Di Luar Gereja Ada Keselamatan” bahkan ada pula yang
semakin memperluasnya menjadi “Di Luar Kristus Ada Keselamatan”. Malah banyak
pula yang menyatakan Extra Ecclesiam Nulla Salus tidak pernah menjadi dogma
Gereja Katolik, dulu dan sekarang.
Konsili Vatikan II dipandang, oleh banyak umat Katolik sendiri,
mengajarkan bahwa agama-agama lain dan gereja-gereja lain juga dapat menghantar
setiap orang kepada keselamatan sama seperti Gereja Katolik menjadi tanda dan
sarana keselamatan bagi semua bangsa. Dengan kata lain, agama-agama dan
gereja-gereja tersebut menjadi jalan keselamatan yang komplementer terhadap
Gereja Katolik.
Tentu saja hal
di atas kesalahpahaman yang sama sekali tidak pernah diajarkan Konsili Vatikan
II. Mengenai hal ini saya telah membahasnya secara lebih detail pada artikel: Apakah Konsili Vatikan II Menganulir Dogma EENS?.
Apa yang diajarkan Gereja sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II adalah sama
termasuk Dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus. Saya pertegas kembali; DOGMA Extra
Ecclesiam Nulla Salus. Karena EENS adalah DOGMA Gereja, maka setiap umat
beriman Katolik terikat kewajiban untuk mengimani dogma ini sama seperti
mengimani Dogma Tritunggal, Dogma Maria Bunda Allah dan dogma-dogma lainnya.
Untuk membantu memahami Dogma EENS, saya telah menuliskan artikel berjudul: Di Luar Yesus Kristus dan Gereja Katolik Tidak Ada Keselamatan. Berikut ini saya tampilkan bukti-bukti dari dokumen Gereja Katolik yang
menegaskan bahwa Konsili Vatikan II tidak menganulir dogma EENS:
Maka perlulah semua orang bertobat kepada Kristus, yang dikenal melalui pewartaan Gereja, dan melalui Babtis disaturagakan ke dalam Dia dan Gereja, yakni Tubuh-Nya. Sebab Kristus sendiri “dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan babtis (lih. Mrk 16:16; Yoh 3:5), sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang-orang melalui Babtis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang yang mengetahui bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.” (Konsili Vatikan II, Dekrit Ad Gentes 7)
Maka dari itu andaikata ada orang yang mengetahui bahwa Gereja katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan. (Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium 14)
Pernyataan dan Pengajaran Gereja Katolik setelah Konsili Vatikan
II:
“Tidak ada keselamatan di luar Gereja. Hanya dari dialah (Gereja) kuasa hidup menuju Kristus dan RohNya mengalir secara pasti dan secara penuh, untuk memperbaharui seluruh kemanusiaan, dan karenanya mengarahkan setiap manusia untuk menjadi bagian dari Tubuh Mistik Kristus.” (Pope John Paul II, Radio Message for Franciscan Vigil in St. Peter's and Assisi, October 3, 1981, L'Osservatore Romano, October 12, 1981.)
Harus diimani dengan teguh bahwa Gereja adalah tanda dan sarana keselamatan bagi semua bangsa. Adalah bertentangan dengan iman Katolik untuk memandang berbagai agama dunia sebagai jalan-jalan keselamatan komplementer terhadap Gereja. (Kongregasi Doktrin Iman, Notifikasi Mengenai Tulisan Romo Jacques Dupuis, SJ., tanggal 24 Januari 2001)
“...adalah jelas bahwa menjadi bertentangan dengan iman, untuk menganggap Gereja sebagai satu jalan keselamatan yang ada berdampingan dengan jalan-jalan agama- agama lain, yang dilihat sebagai yang melengkapi Gereja atau yang secara hakiki sama dengannya, meskipun jika ini dikatakan sebagai pertemuan dengan Gereja menuju kerajaan Tuhan di akhir jaman.” (Deklarasi Dominus Iesus, dikeluarkan oleh Kongregasi Doktrin Iman tanggal 6 Agustus 2000)
3. Konsili
Vatikan II mengamanatkan penerimaan Komuni Kudus di tangan sambil berdiri.
Konsili Vatikan
II sama sekali tidak pernah mengamanatkan penerimaan Komuni Kudus di tangan
sambil berdiri dalam dokumen-dokumennya. Selama berabad-abad bahkan hingga
detik ini, norma resmi dan universal Gereja Katolik Latin mengenai penerimaan
Komuni Kudus adalah penerimaan di lidah sambil berlutut.
Praktik menerima
Komuni Kudus di tangan adalah indult
atau pengecualian terhadap norma universal Gereja Katolik yang diberikan oleh
Para Paus kepada konferensi-konferensi para uskup yang meminta indult tersebut di wilayahnya. Tanggal
29 Mei 1969 (4 tahun sesudah Vatikan II), dalam Instruksi Memoriale Domini, Paus Paulus VI mengamanatkan agar setiap
konferensi para uskup mempertahankan norma tradisional penerimaan Komuni Kudus
di lidah sambil berlutut. Namun, di samping itu juga, Paus Paulus VI menyatakan
dapat memberi indult (pengecualian
dari norma Gereja Universal) kepada konferensi-konferensi para uskup yang
memintanya terkait penerimaan Komuni Kudus di tangan. Sejak 1970, banyak
konferensi para uskup menerima indult tersebut.
Romo Greg
J. Markey membandingkan permintaan indult
ini dengan kasus perceraian yang diizinkan Musa (bdk Mat 19:8). Karena ketegaran para uskup meminta indult Komuni
di tangan, Paus Paulus VI mengizinkannya. Akan tetapi, sejak semula tidaklah
demikian.
Silahkan baca
berbagai artikel mengenai penerimaan Komuni di lidah yang mau tidak mau juga
membahas mengenai penerimaan Komuni di tangan.
4. Konsili
Vatikan II membatalkan Misa Latin Tradisional (Forma Ekstraordinaria atau
Tridentin) dan menggantikannya dengan Misa Paulus VI (Forma Ordinaria atau
Novus Ordo).
Banyak umat
Katolik (dan juga para imam) ketika mendengar mengenai Misa Latin Tradisional
menganggap Misa ini sebagai Misa pra-Vatikan II yang jadul, kuno dan sudah
tidak dirayakan lagi setelah Konsili Vatikan. Konsili Vatikan II dipandang
menggantikan Misa ini dengan Misa yang umum kita rayakan sekarang yang dikenal
dengan nama Misa Paulus VI (Novus Ordo). Anggapan salah yang terjadi kemudian
adalah bahwa Misa Tridentin tidak berlaku lagi setelah Konsili Vatikan II.
Tentu saja
Konsili Vatikan II tidak pernah menggantikan Misa Tridentin dengan Misa Novus
Ordo ini. Vatikan II tidak pernah mengamanatkan hal ini. Misa Paulus VI sendiri
diperkenalkan dan dipromulgasikan oleh Paus Paulus VI pada 3 April 1969 melalui
Konstitusi Apostolik Missale Romanum.
Setelah promulgasi ini, Paus Paulus VI tetap mengizinkan Misa Latin Tradisional
dirayakan di berbagai tempat termasuk Inggris dan Wales. Dua imam kudus yang
terkenal, St. Padre Pio dan St. Josemaria Escriva juga masih tetap merayakan
Misa Latin Tradisional sampai Allah memanggil mereka.
Paus Benediktus
XVI, dalam Motu Proprio Summorum
Pontificum yang dikeluarkan tanggal 7 Juli 2007, menegaskan bahwa: “Karena itu, adalah diijinkan untuk
merayakan Kurban Misa mengikuti edisi tipikal dari Misa Roma, yang
dipromulgasikan oleh Beato Yohanes XXIII pada 1962 dan tidak pernah dibatalkan (abrogated), sebagai suatu bentuk
luarbiasa dari Liturgi Gereja.”
5. Konsili
Vatikan II mengamanatkan bahwa kaum awam dapat membagikan Komuni Kudus.
Yang dapat dan berhak
membagikan Komuni Kudus adalah kaum tertahbis, sementara kaum awam tidak dapat
dan tidak berhak membagikan Komuni Kudus. Ini adalah norma universal-nya. Beato
Yohanes Paulus II menegaskan norma universal ini dalam Dokumen Dominicae Cenae (1980). “To touch the sacred species and to
distribute them with their own hands is a privilege of the ordained,”
Konsili Vatikan
II sama sekali tidak mengamanatkan bahwa kaum awam dapat membagikan Komuni
Kudus. Sama seperti penerimaan Komuni Kudus di tangan, praktik “kaum awam
membagikan Komuni Kudus” merupakan indult
(pengecualian dari norma Universal) yang diberikan atas persetujuan Tahta
Suci. Immensae Caritatis, sebuah
dokumen Gereja yang dikeluarkan oleh Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin
Sakramen pada tahun 1973, menjelaskan kondisi-kondisi di mana seorang awam, dikecualikan
dari norma universal, dapat membagikan Komuni Kudus. Kondisi-kondisi itu adalah
seperti tidak adanya kaum tertahbis yang dapat membagikan Komuni Kudus; kaum
tertahbis berada dalam kondisi yang tidak sehat sehingga tidak dapat membagikan
Komuni Kudus; dan kondisi di mana terdapat umat dalam jumlah yang sangat besar
sehingga pembagian Komuni Kudus akan memakan waktu yang sangat lama bila hanya
dibagikan oleh kaum tertahbis.
Demikianlah 5
kesalahpahaman umum mengenai Konsili Vatikan. Koreksi terhadap
kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut dibuat atas dasar kasih dalam kebenaran.
Sekarang saatnya kita memandang Konsili Vatikan II dengan benar, dengan
memandangnya dalam keselarasan dengan konsili-konsili sebelumnya. Mari
membiasakan yang benar ketimbang membenarkan kebiasaan.
Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter