Kali ini Indonesian
Papist menemukan sebuah artikel menarik bertemakan keluarga Katolik yang
berbicara mengenai poin-poin penting yang harus dilakukan oleh seorang ayah
Katolik dalam keluarga. Artikel ini ditulis oleh Mr. Randy Hain, penulis buku The Catholic Briefcase, di situs The Integrated Catholic Life. Artikel ini sendiri relevan juga dibaca oleh para
pria dewasa yang sudah merencanakan untuk berkeluarga maupun yang belum. Saya
berkesempatan untuk menerjemahkan bebas artikel tersebut sembari memberikan
tambahan penjelasan yang relevan. Silahkan artikel ini dibaca pelan-pelan
dengan tenang. Bila berkenan terhadap artikel ini silahkan share/berbagi dengan
suami atau ayah anda masing-masing. Semoga artikel ini bermanfaat. Selamat
membaca!
Tujuh Poin Checklist bagi Para Ayah
Katolik
Saya berbicara
dengan teman saya sesama ayah sambil makan siang baru-baru ini mengenai
tantangan-tantangan dalam membesarkan anak-anak pada masa sekarang. Setelah
saling bertukar cerita dan diskusi tentang pengaruh-pengaruh budaya yang buruk,
teman saya meninggalkan meja sambil berkata, “Saya harus kembali ke kantor. Lain kali saat kita bertemu lagi kita
sebaiknya saling mengungkapkan gagasan kita mengenai daftar periksa (Checklist) yang berguna bagi para ayah sehingga
kita tidak melupakan apa yang seharusnya kita lakukan!” Pernyataan itu telah
menjebak saya untuk berpikir sejak pertemuan kami tersebut dan saya memutuskan
bahwa saya tidak dapat menunggu lagi sampai makan siang berikutnya untuk
menggali lebih dalam mengenai topik ini. Taruhannya terlalu tinggi dan generasi
anak-anak sekarang sangat membutuhkan ayah mereka untuk melangkah bersama
tanggungjawab mereka.
Saya terberkati
tumbuh bersama dengan orang tua yang hebat. Kami tidak memiliki banyak uang, tetapi orang tua kami memastikan
saudari saya dan saya memiliki cinta kasih, disiplin, iman, nilai-nilai yang
teguh dan etos kerja yang solid. Ibu saya memainkan peran penting dalam keluarga
kami sama seperti yang semua ibu umumnya lakukan. Tetapi, sembari saya
bertumbuh besar, saya menemukan bahwa diri saya paling menyerupai ayah saya.
Saya meneruskan kepada anak-anak saya banyak pelajaran berharga yang ayah saya
ajarkan kepada saya dan saya masih mengharapkan kebijaksanaan dan saran
kepadanya. Mari lihat kembali didikan yang anda terima. Peran apa yang ayah
anda mainkan? Apakah ada model peran lain? Sama seperti banyak dari kita menghidupi
pelajaran-pelajaran yang kita pelajari di masa muda kita, anak-anak kita kelak
akan meniru kita. Anak-anak kita selalu menyaksikan kita dan kita sebagai ayah
harus memutuskan apakah kita akan menjadi panutan heroik mereka yang secara
konsisten memberikan teladan yang benar atau melepaskan tanggungjawab kebapakan
kita kepada banyak pengaruh-pengaruh sosial yang buruk. Apa yang kita pilih?
Saat saya
merenungkan komentar teman saya tersebut mengenai checklist bagi para ayah, saya membuatkan daftar sejumlah tindakan
yang saya sedang lakukan yang saya pelajari dari ayah saya dan pengalaman saya
sendiri sebagai orang tua. Membuat daftar-daftar ini sungguh memvonis dan
menantang bagi saya karena saya menjadi sangat sadar di mana saya seringkali
jatuh dalam membesarkan anak-anak saya. Tetapi, merenungkan daftar ini juga
telah menginspirasi saya dan saya mencoba untuk bercermin terhadap
tindakan-tindakan tersebut selama waktu doa saya setiap hari. Saya memiliki jalan
panjang untuk dilalui tetapi saya percaya bahwa menghidupi harapan-harapan di
bawah ini akan menjaga saya berjalan menuju ke arah yang benar.
Berserah Diri. Kita harus berserah diri secara
berkelanjutan kepada Kristus agar kehendak-Nya yang terjadi dalam hidup kita.
Kita tidak dituntut sebanyak apa yang kita sendiri kehendaki! St. Ignasius dari
Loyola sekali waktu berkata: “Hanya
sedikit jiwa memahami apa yang Allah ingin capai dalam diri mereka [yaitu] bila
mereka menyerahkan diri mereka sendiri tanpa syarat kepada Allah dan bila
mereka membiarkan rahmat Allah membentuk mereka sesuai yang Allah kehendaki.”
Menjadi Seorang Lelaki Pendoa. Anak-anak kita
akan lebih mungkin ingin berdoa bila kita berdoa juga. Bekerjalah mengembangkan
rutinitas doa sehari-hari (tapi bukan sekadar rutinitas saja) dengan tujuan
setidaknya satu jam dalam sehari dikhususkan untuk berdoa. Terdengar sulit?
Pikirkanlah berapa banyak waktu menonton yang kita habiskan setiap hari. Pikirkanlah
berapa banyak waktu yang kita habiskan di kendaraan kita setiap hari dan berapa
banyak waktu yang kita khususkan untuk berolahraga. (Tambahan Indonesian Papist: Pikirkanlah pula berapa banyak waktu
yang kita habiskan di internet dan jejaring sosial.) Kita memiliki waktu
lebih dari cukup untuk berdoa bila kita merencanakan untuk berdoa, menjadwalkan
untuk berdoa dan berkomitmen terhadap rencana dan jadwal tersebut.
Berdoa Doa Pagi (bisa dilihat di Puji Syukur atau Madah Bakti atau buku doa
lainnya) atau doa-doa lain sebelum meninggalkan rumah selama 10 menit, Rosario
selama di kendaraan atau sambil berolahraga selama 20 menit, berdoa sebelum dan
sesudah makan (tiga kali makan) selama 5 menit, berdoa bersama istri dan
anak-anak selama 10 menit, berdoa Litani Syukur 5 menit dan berdoa Angelus atau
Ratu Surga (Jam 12 Siang dan 6 Sore) selama 10 menit. Tambahkanlah itu semua
dan kita telah menemukan bahwa kita telah berdoa selama satu jam setiap hari.
Memahami Panggilan Sejati Kita. Bagi kita yang
telah terberkati untuk menikah dan memiliki anak, kita harus mengakui bahwa
membantu keluarga kita masuk ke surga (bukan ke neraka) dan menjadi seorang
suami dan ayah yang baik adalah panggilan sejati kita. Karir bisnis bukanlah
panggilan sejati kita. Adalah begitu mudah mengizinkan keluarga kita untuk melayani
pekerjaan kita daripada menghabiskan banyak waktu kerja kita untuk melayani
keluarga... dan pada gilirannya, keluarga kita untuk melayani Tuhan. (Penjelasan tambahan dari Papist: Mengizinkan
keluarga kita untuk membantu atau ambil bagian dalam pekerjaan kita (bekerja
sama atau bergotong royong seturut kemampuan) akan lebih mendekatkan daripada kita
bekerja sendirian saja. Seorang ayah dapat melihat kepada Allah Bapa yang
memberikan kita anak-anak-Nya kesempatan untuk berpartisipasi dalam karya
keselamatan-Nya seturut talenta yang kita miliki. Bila Allah saja demikian,
mengapa kita sebagai ayah tidak melakukannya? Di samping itu, seorang ayah
secara nyata dapat membawa keluarganya untuk melayani Allah melalui pelayanan
terhadap sesama. Contoh secara nyatanya? Salah satu contohnya: Para ayah,
silahkan bawa keluarga anda berkunjung ke panti asuhan atau panti jompo.)
Investasikan Waktu Kita. Anak-anak kita
membutuhkan waktu kita. Taruhlah smartphone, matikan TV, batalkan kegiatan
turnamen golf dan habiskan lebih banyak waktu bersama anak-anak kita. Dengan
tidak adanya waktu seorang ayah bersama keluarganya, dapat anda pastikan ada
pengaruh buruk yang tak terhitung jumlahnya yang siap untuk menggantikan sang ayah
dan membimbing anak-anak ke arah yang salah. Saya menguraikan kata-kata Scott
Hahn yang sekali waktu berkata bahwa di era modern kita sekarang ini, ayah atau
ibu yang bersedia untuk meninggalkan kantor setelah bekerja 40 jam per minggu
dengan tujuan untuk memiliki lebih banyak waktu bersama keluarganya adalah
pahlawan sejati.
Jadilah Berani. Umat Kristiani diharapkan untuk
dapat menonjol, bukan untuk larut tak kelihatan. Kita hidup di masa sulit,
masa-masa penuh percobaan. Keluarga-keluarga diserang [oleh budaya-budaya yang
buruk dsb], anak-anak kita berada dalam risiko, dan banyak orang menjadi buta
akan perlunya menghormati dan menghargai setiap kehidupan. Di samping itu,
ateis menjadi salah satu kelompok yang paling cepat berkembang di dunia. Kita
sebagai ayah memiliki peluang untuk menjadi lentera terang dan teladan baik
dari cinta kasih penebusan Kristus. Kita akan dihakimi suatu hari nanti seturut
buat-buah kerasulan kita dan kita berharap mendengar Kristus berkata, “Kerja bagus, pelayan-Ku yang baik dan
setia.”
Melepaskan Diri dari Keterikatan Duniawi.
Sungguh-sungguhlah bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita membutuhkan “hal
itu” apapun bentuk atau rupa “hal itu”. Lepaskanlah “hal-hal itu” dari jalan
kehidupan doa kita, kehadiran kita dalam Misa bersama keluarga, pemberian
derma, membantu secara sukarela (volunteering),
waktu bersama keluarga kita dan tentu saja hubungan kita dengan Yesus Kristus. “Pelepasan diri yang efektif dari segala
sesuatu yang kita punya dan kita adanya adalah perlu bila kita hendak mengikuti
Yesus, bila kita ingin membuka hati kita kepada Tuhan yang datang dan memanggil
kita. Di sisi lain, keterikatan pada hal-hal duniawi menutup pintu kita untuk
Kristus dan menutup pintu untuk mencintai dan [menutup] terhadap kemungkinan untuk
memahami apa yang paling penting dalam hidup kita.” – Francis Fernandez, In
Conversation with God.
Mencintai Istri Sepenuh Hati. Para Ayah, anda
harus mencintai dan menghargai istri anda; jelas dan sederhana. Anak-anak akan
belajar mencintai sesama dengan bagaimana mereka melihat ayah dan ibu mereka
saling mencintai satu sama lain. Katakanlah “aku
mencintaimu” kepada istri anda dan anak-anak anda sesering mungkin. Tunjukkanlah
cinta dan respek kepada istri anda dan hargailah peran penting yang istri anda lakukan
dalam keluarga anda. “Hal terpenting yang
seorang ayah dapat lakukan bagi anak-anaknya adalah mencintai ibu mereka.” –
Romo Theodore Martin Hesburgh, CSC.
Saya memiliki
keprihatinan yang serius mengenai anak-anak zaman sekarang dan saya mengetahui
tanpa ragu bahwa ayah yang kuat adalah bagian dari solusinya. Tolong sediakan
beberapa menit waktu anda setelah membaca artikel ini untuk merenungkan
bagaimana anda melakukan peran anda sebagai seorang ayah dan suami. Ambil dan
bawalah hasil perenungan anda ke dalam doa atau ke dalam Sakramen Pertobatan dan
buatlah sebuah komitmen untuk berubah bila anda rasa itu perlu. Saya yakinkan anda bahwa saya sendiri akan
berada dalam Kamar Pengakuan Dosa hari Sabtu ini!
Sebagai lelaki
Katolik, kita memiliki tanggungjawab untuk menjadi ayah sekaligus suami yang
kuat dan teguh, pemimpin di paroki kita, pelayan yang baik di masyarakat dan
pengikut Kristus yang rendah hati. Lihatlah kepada teladan yang menginspirasi
dari St. Yosef, santo pelindung para ayah dan pekerja serta santo pelindung
Gereja Universal; ketaatannya, kerendahan hatinya, ketidakegoisannya,
keberaniannya dan cinta kasihnya yang ia tunjukkan kepada Yesus dan Maria. Bila
kita dapat meniru St. Yosef meskipun sedikit saja setiap harinya, kita akan
menjadi semakin dekat untuk menjadi lelaki dan ayah seturut panggilan sejati kita.
Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter