Tidak mengerti bahasa Latin hanyalah alasan yang mengada-ada. Kata-kata yang digunakan tetap dan tidak berubah-ubah (baku). Lagipula semakin sering dirayakan tentu akan semakin hafal dan mengerti. Jadi jangan hanya sesekali. Kalau hanya sesekali, jelas tidak ada niat untuk belajar.Selama 1600 tahun Misa ini dirayakan dan menyebar ke seluruh dunia tanpa kendala faktor bahasa karena memang Roh Kudus bekeja dalam diri umat beriman untuk memahaminya. Zaman dulu bahkan tidak ada media/internet untuk umat lebih cepat belajar, namun nyatanya umat Katolik dapat tersebar diseluruh dunia dengan Misa yang SATU (ritus dan bahasa).
Anak-anak muda tidak akan menjadi penonton dengan alasan tidak mengerti bahasanya, karena justru yang aktif menggalakkan pelaksanaan Misa Latin Tradisional adalah anak-anak muda. Yang menjadi penonton adalah orang-orang tua usia SEKITAR 30-50 tahun yang lahir setelah Konsili Vatikan II. Mereka tidak (mau) mengerti sama sekali tentang hal itu kecuali mereka mau dan telah belajar dari berbagai sumber seperti anak-anak muda Katolik sekarang.
Ini
adalah salah satu pernyataan menarik dalam membela Misa Latin Tradisional (Misa
Forma Ekstraordinaria). Pernyataan ini dapat ditemukan di salah satu foto yang
ada di page Gereja
Katolik.
Argumennya
kuat. Umat Katolik sering menjadikan alasan “tidak mengerti bahasa Latin”
sebagai alasan untuk tidak merayakan Misa Latin Tradisional. Sebenarnya yang
kita lihat adalah ketidakmauan untuk belajar harta Gereja ini. Pembuat
pernyataan membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan sebelum adanya
teknologi informasi seperti internet dll. Dari perbandingan ini kita bisa
melihat bahwa tanpa adanya teknologi seperti sekarang, orang-orang pada masa
dahulu bisa menerima dan menghadiri Misa Tridentinum ini, termasuk di Indonesia.
Khusus untuk Indonesia, kita mungkin bisa meragukan apakah umat Katolik dulu
mengerti artinya atau tidak. Tetapi ketidakmengertian ini bukan karena mereka
tidak mau mengerti atau malas belajar, tetapi karena keterbatasan akses serta
peraturan-peraturan penjajah masa itu yang menghalangi mereka untuk mempelajarinya.
Di masa sekarang, setelah teknologi begitu
berkembang pesat, kita memiliki akses yang lebih luas untuk mempelajari bahasa
Latin dan untuk mempelajari Misa Latin Tradisional itu sendiri. Beberapa kali
saya menghadiri Perayaan Misa Latin Tradisional, setiap teks Misa yang
diberikan kepada saya selalu berisi terjemahan dalam bahasa Indonesia atas
teks-teks bahasa Latin yang ada dalam teks Misa tersebut. Dari sini, saya bisa
mengetahui apa arti dari teks-teks Latin tersebut dan saya bisa mengerti apa
maksud darinya. Dari teks ini juga saya bisa belajar bahasa Latin sedikit demi
sedikit.
Panitia
Penyelenggara Misa ini tidak seperti diktator yang menuntut kita harus sudah
paham dulu bahasa Latin baru bisa menghadiri Misa Latin Tradisional. Tidak
demikian adanya. Panitia Penyelenggara berusaha memfasilitasi agar mereka yang
masih belum mengerti bahasa Latin untuk tetap dapat mengenal, menghadiri dan
merasakan Perayaan Misa Latin Tradisional ini. So, alasan “tidak mengerti
bahasa Latin” sekarang bukan lagi alasan yang kuat. Mengulangi pepatah klasik, "Di mana ada niat, di situ ada jalan." Yuuuk, kita belajar bahasa Latin.
Pax et bonum