Credit: Avalon_Studio/istock.com |
Tindakan indrawi
sebagai simbol-simbol liturgi mencakup: mendengarkan, melihat, menyentuh,
merasakan dan membau.
a. Mendengarkan
Mendengarkan
bukanlah sekadar tindakan reseptif, yang hanya menerima saja; melainkan juga tindakan
aktif. Sebab jika kita mendengarkan, kita sebenarnya sedang membuka diri untuk
menerima dengan sadar sapaan, suara, atau kata-kata dari luar diri kita.
Tindakan mendengarkan juga tindakan aktif untuk memberi perhatian dan mau masuk
ke dalam diri pribadi si pembicara serta dengan sadar mau mengambil bagian
dalam peristiwa yang didengarkan itu. Demikianlah dalam liturgi, tindakan
mendengarkan ini begitu dominan. Kita mendengarkan sabda Tuhan, homili, doa,
nyanyian, musik, bel dan sebagainya. Secara khusus, dengan mendengarkan sabda
Tuhan, kita membuka diri terhadap sapaan dan daya kuasa Allah yang hadir
melalui sabda itu dan dengan demikian kita mengambil bagian di dalam karya
keselamatan Allah yang dihadirkan dalam sabda itu. Maka, mendengarkan merupakan
bentuk ungkapan liturgi yang menyatakan kesiapsediaan iman dan ketaatan.
b. Melihat
Melihat
merupakan bentuk ungkapan liturgi untuk melihat kemuliaan Allah. Sebab dalam
wajah Kristus, kita dapat melihat
kemuliaan Allah (2 Kor 4:6). Melalui penglihatan mata, kita menyadari dunia dan
isinya dan kita pun menjalin relasi dengan sesama manusia dan dunia. Demikian
pula dengan penglihatan mata dalam liturgi, kita menyadari komunikasi Allah
yang terpantul melalui berbagai simbol liturgi dan dengan demikian menjalin
relasi kita dengan Allah dan sesama jemaat. Berbagai dekorasi indah di dalam
gedung gereja, khususnya di sekitar altar, salah satunya untuk menghadirkan
kemuliaan Allah dengan melihat keindahan bunga yang dirangkai di sekitar altar,
kita melihat kemuliaan Allah sendiri.
c. Menyentuh
Liturgi juga
menggunakan indra sentuhan sebagai simbol liturgi. Tindakan menyentuh dalam
liturgi mengungkapkan persekutuan kita dengan Allah dan sesama umat beriman di
dalam ikatan Roh Kudus. Misalnya, doa-doa Mazmur banyak menyebut aspek sentuhan
ini untuk mengungkapkan iman akan kebersamaan umat dengan Allah (mis Mzm
139:10). Dalam Perjanjian Baru, Yesus berkali-kali menunjukkan kasih-Nya dengan
memeluk anak-anak, membasuh kaki para murid, dan menyembuhkan orang-orang sakit
dengan sentuhan tangan-Nya. Dalam Liturgi, tindakan sentuhan juga kita lakukan
pada saat penerimaan komuni, salam damai entah dengan berciuman pipi entah
berjabat tangan, mencium altar atau Injil (oleh Imam) dan mencium salib pada
hari Jumat Agung. Sentuhan juga melambangkan penganugerahan Roh Kudus kepada
umat beriman. Dalam liturgi ini, tampak misalnya pada saat penumpangan tangan
(Tahbisan), pengurapan dengan minyak (Krisma, Orang Sakit).
d. Merasakan
Indra Perasa
juga digunakan dalam liturgi Perayaan Ekaristi merupakan perayaan persekutuan
kita dengan Tuhan yang tidak hanya terjadi secara rohani belaka, melainkan juga
menggunakan aspek “fisik”. Pada Perayaan Ekaristi, kita menyantap, mencecap,
dan merasakan tubuh dan darah Kristus dengan lidah. Dalam Kitab Suci pengalaman
akan Allah sering digambarkan dengan ide pencecapan dan rasa ini: “Kecaplah dan
lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu” (Mzm 34:9; bdk. 1 Pet 2:2-3; Ibr 6:4-5).
Demikian pula keselamatan eskatologis dilukiskan sebagai suatu perjamuan meriah
dengan makan dan minuman yang lezat dan sangat enak. (bdk Yes 25:6-7; Luk
14:15-24)
e. Membau
Indra Penciuman
atau membau juga digunakan dalam Liturgi. Penggunaan dupa dan ratus yang wangi,
bau minyak wangi dalam liturgi inisiasi dan tahbisan merupakan contoh-contoh
konkret. Wangi-wangian dan bau harum yang bisa dibau itu memang sudah merupakan
simbol religius yang umum. Dalam agama lain, kita mengenal hio dan menyan
dengan baunya yang khas. Dalam liturgi Kristen, keharuman merupakan ungkapan
pewahyuan Allah dan kehadiran keselamatan sendiri: “Dengan perantaraan kami, Ia
menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana” (2 Kor 2:14). Keharuman
juga merupakan simbol ungkapan pujian hormat dan kurban (Mzm 141:2) sebab
persembahan kurban Kristus merupakan “kurban yang harum bagi Allah.” (Ef 5:2)
Sumber: Liturgi
– Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, Emanuel Martasudjita, Pr., hlm.
133-135
pax et bonum