Sekalipun
ada Uskup atau Imam yang berada dalam keadaan berdosa berat merayakan seluruh
sakramen Gereja, seluruh sakramen tersebut yang mereka berikan tetaplah sah
(valid) serta tetap memberikan rahmat pengudusan yang sama seperti sakramen
yang diberikan oleh Uskup atau Imam yang kudus, asalkan sakramen-sakramen
tersebut diberikan dalam formula dan materi yang sesuai dengan ajaran Gereja
Katolik.
Gereja
Katolik mengenal prinsip "ex opere operato" yang intinya bahwa
sakramen-sakramen menghasilkan rahmat dengan sendirinya sesuai dengan kehendak
Allah yang dinyatakan dalam penetapan dan janji Kristus tanpa tergantung pada
kesucian manusia yang memberikan sakramen-sakramen tersebut:
Katekismus
Gereja Katolik 1127-1128
1127
Sakramen-sakramen yang dirayakan dengan pantas dalam iman, memberikan rahmat
yang mereka nyatakan (Bdk. Konsili Trente: DS 1605 dan 1606.). Mereka berdaya
guna, karena Kristus sendiri bekerja di dalamnya; Ia sendiri membaptis, Ia
sendiri bertindak dalam Sakramen-sakramen-Nya, untuk membagi-bagikan rahmat,
yang dinyatakan oleh Sakramen. Bapa telah mengabulkan doa Gereja Putera-Nya,
yang menyatakan imannya akan kekuasaan Roh Kudus dalam epiklese setiap
Sakramen. Seperti api mengubah bahan bakar menjadi api, demikian Roh Kudus
mengubah apa yang takluk kepada kekuasaannya, ke dalam kehidupan ilahi.
1128
Inilah arti dari ungkapan Gereja (Bdk. Konsili Trente: DS 1608.), bahwa
Sakramen-sakramen bekerja ex opere operato [secara harfiah: "atas dasar
kegiatan yang dilakukan"]. Artinya, mereka berdaya berkat karya
keselamatan Kristus yang dilaksanakan satu kali untuk selamanya. Oleh karena
itu: "Sakramen tidak dilaksanakan oleh kesucian manusia yang memberi atau
menerima [Sakramen], tetapi oleh kekuasaan Allah" (Thomas Aqu., s.th.
3,68,8). Pada saat Sakramen dirayakan sesuai dengan maksud Gereja, bekerjalah
di dalam dia dan oleh dia kekuasaan Kristus dan Roh-Nya, tidak bergantung pada
kekudusan pribadi pemberi.
Pax
et Bonum