Pemakaman Kristus |
Yesus wafat. Setan dan musuh-musuh-Nya merasa puas. Kematian-Nya begitu ngeri dan sekarang Ia tidak berbahaya lagi. Tetapi sejak saat itu, kelihatanlah tanda-tanda ilahi yang hanya dapat dimengerti oleh mereka yang mau mengerti.
Tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal, bangkit. Dan sesudah kebangkitan Yesus, mereka pun keluar dari kubur lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang. (Mat 27:51-53). Kejadian-kejadian ini meninggalkan kesan yang mendalam. Kepala pasukan yang mengatur penyaliban mengalami kesan yang sama. Ketika ia berdiri berhadapan dengan Yesus dan melihat bagaimana Ia mati, berkatalah ia: “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah.” Mrk 15:39. Juga serdadu-serdadu dan masyarakat umum sangat terkesan terhadap segala kejadian yang mereka alami. Tetapi para anggota Sanhedrin tetap bersikap keras pada pendiriannya.
Santo Yohanes menceritakan tentang apa yang terjadi dengan tubuh Yesus ketika Ia masih bergantung di salib. Para anggota Sanhedrin merasa cemas akan kemungkinan bahwa ketiga orang itu masih tetap bergantung di salib sampai keesokan harinya, yaitu hari raya Paskah. Mereka mengharapkan bahwa ketiganya sudah meninggal sebelum matahari terbenam dan sudah diturunkan. Karena itu, mereka minta kepada Pilatus supaya memperkenankan crurifragium, artinya pematahan tulang-tulang agar kematian dapat dipercepat. Pilatus menyetujuinya dan mengirim sekelompok serdadu untuk melaksanakannya. Mereka mematahkan kaki kedua orang itu. Tetapi ketika mereka datang kepada Yesus, mereka melihat bahwa Ia sudah mati. Karena itu, mereka tidak mematahkan kaki-Nya; tetapi seorang serdadu menikam lambung-Nya dengan tombak. (Yoh 19:33-34)
Yohanes memperhatikan kejadian ini, karena ia berkata: “Segera mengalirlah darah dan air. Dan orang yang melihat hal itu sendiri memberi kesaksian ini dan kesaksiannya itu benar, dan ia tahu bahwa ia berkata benar, supaya kamu pun percaya juga. Hal itu terjadi supaya genaplah yang tertulis di dalam Kitab Suci: Tidak ada satu tulangpun daripada-Nya akan dipatahkan. Dan ada pula nas yang mengatakan: Mereka akan memandang Dia yang telah ditikamnya. Yoh 19:35-37
Yohanes melihat di dalam semuanya itu suatu pertemuan berbagai peristiwa yang dapat memperkuat kepercayaan kita. Ia melihat bahwa ramalan para nabi dipenuhi dengan kejadian itu. Tulang-tulang domba paska yang malam itu juga harus dimakan, tidak boleh dipatahkan. Tulang-tulang Yesus juga tidak dipatahkan. Selanjutnya, diramalkan juga bahwa Israel akan memandang kepada Mesias yang telah ditikamnya. (Zak 12:10). Yohanes menyaksikan bahwa hal ini pun terpenuhi pada saat-saat terakhir. Gereja Katolik selalu merenungkan kejadian yang penuh rahasia ini. Gereja Katolik ingat akan cintakasih Yesus, yang walaupun sudah wafat masih mencurahkan darah-Nya untuk kita. Itulah darah cintakasih-Nya, karena mengalir dari hati-Nya. Gereja Katolik juga melihat dalam kejadian ini awal mula kelahirannya sendiri. Kehidupannya mengalir dari kematian Yesus. Darah dan air yang mengalir dari lambung Yesus adalah lambang Gereja Katolik. Sebagaimana Hawa dibentuk dari Adam yang sedang tidur, demikian pula Gereja Katolik dibentuk dari Adam kedua yang mati tertidur di salib. Air dan darah adalah lambang Sakramen Pembaptisan dan Ekaristi, dua sakramen yang membangun Gereja.
Para Penulis Injil menceritakan juga bagaimana Yesus diturunkan dan dimakamkan. Upacara penurunan Yesus dilakukan dengan khidmad dan Yesus mendapatkan suatu pemakaman yang terhormat.
Dua anggota Sanhedrin yang kaya-raya dan terpandang telah mengatur semuanya itu. Keduanya adalah orang asing dan mereka termasuk pengikut Yesus secara rahasia. Yusuf Arimatea belum dikenal sama sekali, Nikodemus pernah datang kepada Yesus pada malam hari. (Yoh 19:39). Tetapi keduanya itu, Yusuf Arimatea dan Nikodemus, belum menunjukkan kepercayaannya secara positif. Mereka tidak setuju dengan keputusan dan tindakan mahkamah agama. Luk 23:51. Dan Nikodemus pernah mengatakan bahwa seorang tidak boleh dihukum kalau perkaranya belum didengar. Yoh 7:51. Tetapi sekarang mereka berusaha kerasa agar memakamkan Dia dengan hormat, Dia yang telah dihukum mati oleh penguasa Yahudi dan Romawi.
Pilatus memberi izin agar tubuh Yesus diturunkan dan dimakamkan. Segala sesuatu harus dikerjakan secara cepat supaya selesai sebelum sabat mulai, sekitar matahari terbenam. Tubuh Yesus diperlakukan dengan hormat. Sebagaimana biasa tubuh itu dibungkus dengan kain linen dan rempah-rempah yang banyak, kira-kira 100 pon, disiram di dalam pekuburan dan dimasukkan di antara kain-kain. Untunglah bahwa pekuburan sudah ada. Kubur itu digali di dalam bukit batu. Kubur itu masih baru, milik Yusuf Arimatea, dan belum satu mayatpun yang dibaringkan di dalamnya. Di sanalah Yesus dimakamkan dan di muka pintu makam ditempatkan sebuah batu besar. Maria Magdalena dan Maria yang lain tinggal duduk di situ di depan kubur (Mat 27:61), dan melihat di mana Yesus dibaringkan. (Mrk 15:47)
Bagaimana dengan ibu Yesus? Tidak ada sepatah katapun yang kita peroleh tentangnya. Ia tidak dicantumkan dalam kelompok wanita yang duduk di depan kubur. Mungkin Yohanes telah membawanya ke rumahnya setelah Yesus meninggal. Mungkin juga bahwa ia masih memangku mayat Puteranya ketika diturunkan. Yang pasti ialah bahwa ia mengalami kedukaan yang mendalam. Ia-lah yang paling mesra mencintai Yesus, ialah yang paling erat berhubungan dengan Yesus, ia jugalah yang paling hebat menderita.
Masih ada satu kelompok manusia yang perlu diperhatikan yaitu musuh-musuh Yesus, anggota Sanhedrin. Bagaimanakah reaksi mereka? Sudah pasti mereka gembira dan puas. Riwayat Yesus telah mereka tamatkan dan sekarang mereka boleh merasa lega. Tetapi masih ada satu bahaya bagi mereka. Mereka masih ingat bahwa Yesus pernah meramalkan kebangkitan-Nya.
Apakah tidak mungkin bahwa para murid mengambil mayat-Nya secara diam-diam, lalu menyebarluaskan bahwa Ia sudah bangkit? Oleh karena itu, mereka minta izin dari Pilatus untuk menempatkan pengawal di dekat kubur dan untuk memeteraikan kubur itu. Sayang sekali karena mereka tidak mengerti bahwa perbuatannya itu hanya merupakan argumen yang kuat bagi kebenaran kebangkitan Yesus.
Pater H. Embuiru, SVD. “Aku Percaya” hlm. 98-100
reposted by Indonesian Papist. Pax et Bonum