Orang menjadi Kristen - sudah sejak zaman para Rasul - dengan mengikuti jalan inisiasi dalam beberapa tahap. Jalan ini dapat ditempuh cepat atau perlahan. Tetapi ia harus selalu mempunyai beberapa unsur hakiki: pewartaan bSabda, penerimaan Injil yang menuntut pertobatan, pengakuan iman, Pembaptisan itu sendiri, pemberian Roh Kudus, dan penerimaan ke dalam persekutuan Ekaristi. (KGK 1229)
Dalam Gereja Katolik, kita mengenal dan mengakui 3 sakramen inisiasi yang terdiri atas Sakramen Pembaptisan, Sakramen Penguatan (Krisma) dan Sakramen Ekaristi (bdk KGK 1533). Urutan yang benar dalam penerimaan oSakramen-sakramen inisiasi adalah pertama Sakramen Pembaptisan, kemudian Sakramen Krisma (Penguatan) barulah kemudiann dilengkapi dengan Sakramen Ekaristi, puncak inisiasi Kristen.
Setiap orang yang dibaptis, yang belum menerima Penguatan, dapat dan harus menerima Sakramen Penguatan. Oleh karena Pembaptisan, Penguatan, dan Ekaristi membentuk satu kesatuan, maka "umat beriman... diwajibkan menerima Sakramen ituu tepat pada waktunya" karena tanpa Penguatan dan Ekaristi, Sakramen Pembaptisan itu memang sah dan berhasil guna, namun inisiasi Kristen masih belum lengkap. (KGK 1306)
Bersama dengan Pembaptisan dan Ekaristi, Sakramen Penguatan membentuk "Sakramen-sakramen Inisiasi Kristen", yang kesatuannya harus dipertahankan. Jadi, perlu dijelaskan kepada umat beriman bahwa penerimaan Penguatan itu perlu untuk melengkapi rahmat Pembaptisan. (KGK 1285)
Sedangkan Sakramen Ekaristi menjadi sakramen yang mmenyempurnakan inisiasi Kristen. (bdk. KGK 1322)
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Sakramen Penguatan melengkapi Sakramen Pembaptisan dan Sakramen Ekaristi menyempurnakan Inisiasi Kristen. KGK 1275 memberikan analogi yang bagus mengenai tiga sakramen inisiasi ini: “Inisiasi Kristen terlaksana dalam tiga Sakramen: Pembaptisan, yang adalah awal kehidupan baru; Penguatan, yang menguatkan kehidupan ini; Ekaristi, yang mengenyangkan umat beriman dengan tubuh dan darah Kristus, untuk mengubahnya ke dalam Kristus.”
Salah satu kebiasaan yang kurang tepat yang terjadi di Indonesia adalah inisiasi Kristen justru berlangsung dalam urutan yang keliru. Kita terbiasa melihat seorang Katolik menerima inisiasi Kristen-nya dalam urutan Pembaptisan-Ekaristi-Krisma. Meskipun rahmat sakramen-sakramen tersebut tetap kita terima secara utuh sekalipun diberikan dalam urutan yang keliru, tetapi kebiasaan yang keliru ini dapat mengaburkan makna sakramen-sakramen inisiasi tersebut. Hal ini memang telah berlangsung dalam waktu lama dan tampaknya sulit untuk mengubah kebiasaan urutan yang keliru ini. Kebiasaan ini timbul karena adanya “kesalahan teologis” yang memandang Sakramen Krisma sebagai sakramen yang menunjukkan kedewasaan seorang Katolik. Tetapi, seorang uskup dapat berperan untuk mengubah kebiasaan ini dengan menginstruksikan penerimaan sakramen-sakramen inisiasi dalam urutan yang benar di wilayah keuskupannya.
Baru-baru ini di Uskup Samuel Aquila dari Keuskupan Fargo di AmerikaSerikat menerima pujian dari Paus Benediktus XVI karena mengembalikan penerimaan sakramen-sakramen inisiasi di wilayah keuskupannya seturut urutan misteri sakramental yang benar. Ketimbang memposisikan Sakramen Krisma dalam urutan ketiga dan diberikan pada usia dewasa, Uskup Aquila memilih menginstruksikan agar anak-anak yang telah menerima Sakramen pembaptisan diberikan Sakramen Penguatan terlebih dahulu ketimbang Sakramen Ekaristi.
Uskup Aquila melakukan usaha ini karena hendak menegaskan Sakramen Ekaristi sebagai sakramen yang melengkapi inisiasi Kristen dan Sakramen Krisma sebagai sakramen yang melengkapi sakramen pembaptisan. Menurut Beliau, penerimaan sakramen-sakramen inisiasi dalam urutan yang tepat akan memperjelas bahwa Pembaptisan dan Penguatan membawa umat beriman kepada Ekaristi.
Sebuah pertanyaan menarik dapat kita ajukan, apakah hierarki Gereja Katolik di Indonesia mau dan bersedia mengubah kebiasaan penerimaan sakramen-sakramen inisiasi yang keliru selama ini dan mengembalikannya seturut urutan misteri sakramental yang diajarkan Gereja Universal?
Artikel ini ditulis oleh Indonesian Papist untuk mendukung usaha restorasi pemberian sakramen-sakramen inisiasi dalam urutan yang benar. Pax et Bonum