Padre Pio Menerima Komuni Kudus di lidah sekalipun ia seorang imam yang dapat menyentuh Komuni Kudus |
Kardinal Canizares: “Terimalah Komuni di Lidah Sambil Berlutut"
Uskup Agung (sekarang Kardinal Ranjith): “Praktik menerima Komuni di tangan tidak dimandatkan oleh [Konsili] Vatikan II.”
Monsinyur Guido Marini: “Paus [Benediktus XVI] lebih memilih Komuni di lidah.”
Uskup Athanasius Schneider: “Ini bukanlah persoalan mengenai ritualisme, tetapi persoalan mengenai iman dan cinta akan Tuhan kita, Yesus Kristus.”
Kardinal Canizares |
Kardinal Canizares Mengenai Komuni di Lidah sambil Berlutut
Menanggapi isu yang berkembang belakangan ini tentang tata cara menyambut Komuni, Para Kardinal dan Uskup pun angkat bicara. Belum lama berselang, Kardinal Antonio Canizares Llovera dari Spanyol, menyatakan bahwa seharusnya umat Katolik menerima Komuni di lidah sambil berlutut. Kardinal Canizares yang menjabat sebagai Kepala Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen menyampaikan hal itu dalam merespon pertanyaan tentang apakah seorang Katolik harus menerima Komuni di tangan atau di lidah saat berkunjung ke Lima, Peru baru-baru ini.
“Hal ini agar kita benar-benar tahu bahwa kita berada di depan Allah sendiri dan bahwa Ia datang kepada kita dan bahwa kita tidak pantas.” Demikian pernyataan Kardinal dari Spanyol itu seperti yang dilansir CNA saat mewawancarainya.
Lebih lanjut Kardinal Canizares mengatakan, menerima Komuni di lidah sambil berlutut merupakan tanda adorasi yang perlu untuk dipulihkan kembali. “Saya pikir seluruh Gereja perlu untuk menerima Komuni di lidah sambil berlutut.” Ujarnya sesuai kutipan CNA. “Jika seseorang harus menyambut Komuni sambil berdiri, maka sebelumnya ia harus berlutut dengan satu kaki, atau membungkuk yang dalam. Dan hal ini tidak terjadi lagi sekarang ini.” lanjutnya.
Menurut Kepala Kongregasi untuk Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen itu, jika kita meremehkan Komuni, kita meremehkan semuanya, dan kita tidak bisa kehilangan momen yang sangat penting sekali di saat menerima Komuni dalam mengakui kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi. Kehadiran nyata Kristus itu adalah kasih dari Allah, kasih di atas segala kasih.
Sementara itu, dalam merespon sebuah pertanyaan tentang pelecehan liturgi yang sering terjadi, Kardinal Canizares memberikan jawaban bahwa pelecehan liturgi harus diperbaiki. Caranya melalui pembentukan yang tepat untuk para seminari, para imam, para katekis, bahkan untuk semua umat Katolik yang setia.
Pembentukan seperti itu, lanjut Kardinal Canizares harus memastikan bahwa perayaan liturgi mengambil tempat dalam keselarasan dengan tuntutan dan kehormatan dari perayaan, dalam keselarasan dengan norma dari Gereja, yang mana hanya ada satu jalan agar kita bisa dengan sungguh-sungguh merayakan Ekaristi.
“Uskup memiliki tanggungjawab yang unik dalam tugas pembentukan liturgi dan perbaikan dari pelecehan liturgi. Kita harus tidak boleh gagal untuk memenuhinya karena semua yang kita lakukan untuk memastikan bahwa Ekaristi dirayakan dengan sepantasnya akan memastikan partisipasi yang pantas di dalam Ekaristi.” pungkasnya.
Uskup Schneider |
Uskup Athanasius Schneider dari Karaganda mengenai Komuni di Lidah Sambil Berlutut
Senada dengan Kardinal Canizares yang menyatakan bahwa umat Katolik seharusnya menyambut Komuni di lidah sambil berlutut, Uskup Athanasius Schneider, Uskup Auksilier dari Keuskupan Karaganda (Kazakhstan), memberikan pandangan yang sama.
Dalam suatu wawancara dengan CNS (Catholic News Service), Uskup Schneider menyatakan; “Rasa hormat dan kagum dari umat Katolik yang benar-benar percaya bahwa mereka sedang menerima Yesus dalam Ekaristi harus memimpin mereka untuk berlutut dan menerima Komuni di lidah mereka.”
Dikatakan bahwa selama ini informasi yang tidak tepat tentang tata cara menyambut dan atau menerimakan Komuni telah tersebar dengan bebasnya. Informasi tersebut bahkan disampaikan oleh Para Uskup dan Para Imam, entah dengan sengaja ataupun tidak.
Uskup Athanasius Schneider juga menyatakan bahwa praktik Komuni di lidah sambil berlutut merupakan tradisi universal dan telah ada pada sejak Gereja Perdana. Lebih lanjut dikatakan Beliau bahwa hanya pelayan tertahbis saja yang berhak menyentuh Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi dengan tangan mereka.
Kardinal Ranjith |
Uskup Agung (sekarang Kardinal) Malcolm Ranjith dari Srilanka tentang Komuni di Tangan
Uskup Athanasius Schneider menulis sebuah buku dalam bahasa Italia untuk memberikan pembelaan dan penjelasan mengenai praktik menerima Komuni Kudus di lidah sambil berlutut. Buku tersebut adalah Dominus Est yang hingga sekarang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kata pengantar buku Dominus Est ini diberikan oleh Uskup Agung Ranjith. Dalam Kata Pengantar tersebut, Uskup Agung Ranjith menyarankan untuk mempertimbangkan kembali Komuni Kudus di tangan. Praktik Komuni di tangan menurut Sang Uskup telah menyebabkan kekurangpedulian terhadap Ekaristi serta beberapa pelecehan yang mencolok.
Beliau juga menulis dalam Kata Pengantar buku Dominus Est bahwa praktik Komuni Kudus di tangan tidak dimandatkan oleh Konsili Vatikan II juga bukan diperkenalkan untuk menanggapi permintaan para awam. Ia berpendapat, praktik kesalehan – menerima Komuni Kudus di lidah sambil berlutut- diubah secara tidak layak dan terburu-buru menjadi praktik menerima Komuni Kudus di tangan dan praktik menerima Komuni Kudus di tangan ini tersebar luas bahkan sebelum disetujui secara resmi oleh Vatikan. Oleh karena itu, Uskup Agung Ranjith, tanpa menghukum praktik Komuni Kudus di tangan, menyarankan untuk mempertimbangkan kembali praktik ini. Sang Uskup pun memuji usaha Uskup Schneider untuk membela dan menjelaskan mengenai Komuni Kudus di lidah sambil berlutut.
Monsinyur Marini |
Monsinyur Guido Marini (Ahli Liturgi Kepausan): “Paus [Benediktus XVI] lebih memilih Komuni di lidah.”
Pada 25 Juni 2008, Monsinyur Guido Marini, Ahli Liturgi Kepausan, mengatakan bahwa Paus Benediktus lebih memilih Komuni di lidah. Beliau menyatakan bahwa tindakan Paus menetapkan praktik Komuni Kudus di lidah sambil berlutut pada Liturgi Kepausan bertujuan untuk menunjukkan bahwa praktik ini adalah norma yang valid dan resmi dari Gereja Katolik.
Monsinyur Marini juga menyatakan, “... penting untuk diingat fakta bahwa penerimaan Komuni Kudus di tangan, tetap hingga sekarang dari sudut pandang yuridis, merupakan indult (pengecualian) dari hukum universal [Gereja], yang disetujui oleh Tahta Suci kepada Konferensi Para Uskup yang memintanya.”
Monsinyur Marini juga menegaskan bahwa praktik Komuni Kudus di lidah sambil berlutut ini lebih baik untuk menegaskan kebenaran akan ajaran kehadiran nyata Yesus Kristus dalam Ekaristi, menolong devosi umat beriman, dan menunjukkan sense misteri iman dengan lebih mudah.
“Yang Penting Hatinya” ???
Banyak umat Katolik yang skeptis terhadap atau tidak menghendaki Komuni di lidah sambil berlutut kerap memberikan pendapat, “terserah mau di lidah atau di tangan, yang penting hatinya.” dan beberapa pendapat setipe lainnya yang intinya adalah “yang penting hatinya.”
Tetapi pendapat-pendapat seperti ini pada dasarnya mereduksi hakikat manusia hanya sekadar “hatinya”. Uskup Athanasius Schneider mengatakan:
“Kita terdiri dari tubuh dan jiwa. Kita harus menyembah dan memuja Kristus pada momen ini (Komuni Kudus) juga dengan tubuh kita. Ada pengaruh timbal balik antara tanda eksterior (tindakan tubuh) dan disposisi interior (kondisi jiwa). Oleh karena itu, di sini bukanlah persoalan mengenai “hak” tetapi mengenai bahwa kita sedang berhadapan dengan Tuhan sendiri. Dan oleh karena itu kita tidak bisa diam, terutama saya sebagai seorang Uskup, dan berkata, ‘Ok, it’s all OK.’ It’s not all OK. Ketika kita mencintai Tuhan kita, kita harus meneguhkan momen ini supaya momen ini menjadi lebih sakral dalam rangka untuk mendidik tanda eksterior adorasi, yang juga merupakan sebuah pendidikan iman.”
Uskup Athanasius menambahkan, “Ini bukanlah persoalan mengenai ritualisme, tetapi persoalan mengenai iman dan cinta akan Tuhan kita, Yesus Kristus.”
Kesimpulan
Praktik menerima Komuni Kudus di lidah sambil berlutut merupakan norma valid dan resmi Gereja Katolik sedangkan praktik menerima Komuni Kudus di tangan merupakan pengecualian terhadap hukum universal Gereja Katolik yang diperbolehkan hanya apabila mendapatkan izin dari Tahta Suci. Praktik menerima Komuni Kudus di lidah sambil berlutut hendaknya dipopulerkan lagi sehingga menjadi norma yang umum di Indonesia. Artikel ini tidak menghakimi praktek Komuni di tangan seperti yang dinyatakan Kardinal Ranjith tetapi sebagai wawasan bagi kita bahwa Gereja Katolik punya praktik penerimaan Komuni yang valid dan resmi.
Sumber:
1. Tabloid Sabda Edisi 123 / Thn. XIV/2011
Tentang Para Tertahbis di atas:
1. Kardinal Antonio Canizares Llovera (66) dari Spanyol adalah Kepala Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen, sebuah kongregasi dalam Kuria Roma yang mengurusi berbagai hal mengenai Liturgi dan Sakramen. Sebelumnya Beliau menjadi Uskup Avila, Uskup Agung Granada dan terakhir Uskup Agung Toledo. Ketiganya di Spanyol.
2. Uskup Athanasius Schneider, ORC (50) dari Kirgistan adalah Uskup Auksilier Keuskupan Karaganda, salah satu keuskupan di negara Kazakhstan. Beliau menulis sebuah buku mengenai Komuni Kudus di lidah yang berjudul Dominus Est dalam bahasa Italia. Sebelum menjadi Uskup Auksilier Karaganda, Beliau menjadi Uskup Auksilier di Keuskupan Agung Mary Most Holy in Astana (Kazakhstan).
3. Kardinal Albert Malcolm Ranjith (64) dari Srilanka saat ini adalah Uskup Agung Colombo (Srilanka). Beliau pernah menjadi Sekretaris Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen dari 10 Desember 2005 hingga 16 Juni 2009. Beliau juga pernah bertugas sebagai Nuncio / Duta Besar Vatikan untuk Indonesia dan Timor Leste sejak 29 April 2004 hingga 10 Desember 2005.
4. Monsinyur Guido Marini (46) adalah Kepala Office for the Liturgical Celebrations of the Supreme Pontiff, sebuah institusi dalam Kuria Roma.
Pax et Bonum