oleh Kevin Perrotta
St. Paulus tiba di Korintus sekitar tahun 50. Ia bekerja siang dan malam. Ia mempertobatkan orang dan ada juga yang menjadi musuh-musuhnya. Setelah satu setengah tahun tinggal di kota itu, ia meninggalkannya.
Di Korintus yang hiruk pikuk dan sibuk itu, ia meninggalkan sekelompok orang-orang percaya – beberapa ratus orang, ada yang kaya, sebagian besar dari mereka adalah orang miskin. Sekarang mereka menjadi orang Kristen, tetapi mereka adalah tetap orang Korintus. Mereka telah mendengarkan tentang Injil, Roh Kudus telah berkarya di tangan mereka dengan cara yang luar biasa, tetapi mereka tetap merupakan orang-orang yang suka bertengkar, terlihat jelas bahwa tidak semua berjalan lancar.
Sang Misionaris dan mereka yang telah dipertobatkan tidak pernah saling melupakan. Ia menulis surat kepada mereka, surat ini telah hilang. Ia mengutus seorang sahabatnya, bernama Timotius untuk menjenguk mereka. Mereka menulis surat kepadanya. Beberapa di antara mereka yang sedang melakukan perjalanan untuk berdagang, bertemu dengannya dan memberitakan tentang keadaan Korintus. Tidak semuanya beres di kota itu.
Tidak mengherankan jika umat di Korintus bertengkar satu sama lain. Mereka telah menjadi “ahli” dalam agama yang baru ini – cukup pandai untuk berselisih tentang siapa misionaris Kristen yang benar-benar rohani, dan tidak semua orang di Korintus memilih Paulus sebagai yang paling top. Yang “kasar, kuat dan licik” memperlakukan umat Kristen ini sebagai suatu kumpulan yang dapat mereka kuasai. Ada banyak hal tentang Injil yang belum dipahami umat Korintus, ada banyak hal dalam diri mereka yang belum diubah oleh Injil.
Paulus menulis sepucuk surat lain. Ia menulis, perselisihanmu menunjukkan betapa sedikitnya kamu memahami Yesus. Maka ia kembali kepada dasar: kematian dan kebangkita Yesus, panggilan untuk mengasihi, pengharapan akan kebangkitan. Orang-orang Korintus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendebatnya dan Paulus menjawab mereka. Paulus dapat pula menjadi seorang pendebat bernada tajam, tetapi ia mengasihi umat Korintus. Meskipun sibuk, ia tetap meluangkan waktu untuk menulis jawaban yang jelas tentang persoalan-persoalan itu dan sampai saat ini pun orang-orang Kristen masih membaca suratnya untuk mengerti makna Kristianitas.
Itulah surat pertama kepada Gereja di Korintus.
Betapapun baiknya surat itu, itu hanyalah sepucuk surat. Memang ada pengaruhnya, tetapi tidak mengurangi kekasaran orang-orang Korintus ataupun melunakkan kekuatan mereka. Dan kemudian Timotius kembali dengan membawa kabar buruk. Beberapa orang Kristen di Korintus berniat menolak Paulus sebagai pembimbing mereka. Telah empat tahun Paulus meninggalkan Korintus, saatnya telah tiba untuk kembali ke kota itu. Setelah beberapa hari mengarungi lautan, ia tiba di sana.
Pertemuannya dengan mereka merupakan malapetaka. Salah seorang di antara mereka melawan Paulus di depan umum, sedangkan yang lain hanya menonton pertentangan mereka berdua. Di mana kesetiaan mereka?
Paulus yang merasa terkejut, terluka dan marah, sebenarnya dapat melecut mereka dengan kecaman dan memperbaiki mereka. Tetapi ia menahan diri dan meninggalkan mereka dan berjanji akan kembali. Kemudian ia mengubah niatnya untuk segera kembali ke Korintus. Ia ingin mengetahui apa pengaruh suratnya kepada umat Korintus.
Surat itu (sekarang hilang) memang berpengaruh kepada umat Korintus. Bukankah Paulus adalah Bapa Iman mereka? Ia mengetahui isi hati anak-anaknya dan surat itu membuat mereka sedih. Mereka dihadapkan pada pilihan antara Paulus dan Injilnya atau orang lain dengan “injil” yang lain, dan mereka memilih Paulus. Mereka memperkuat hubungan dengan Paulus, sedangkan anggota-anggota yang telah menghina Paulus dikucilkan dari kumpulan mereka.
Sementara waktu berlalu, kemudian Titus, seorang sahabat Paulus, mengunjungi Korintus dan memberi berita tentang perubah hati umat Korintus kepada Paulus. Tentu saja ia merasa lega dan segera menulis surat yang menyambut baik kesetiaan mereka. Ia menjelaskan mengapa ia menunda kunjungannya. Ia mendesak mereka untuk mengampuni orang-orang yang telah menghinanya, dan ia memberikan penjelasan panjang lebar tentang kepemimpinan Kristiani supaya mereka tidak mudah tersesat di kemudian hari. Surat ini kemudian disebut Surat kedua kepada Gereja di Korintus.
Di Kota Korintus yang selalu bergejolak dan ramai itu agama Kristen berkembang seperti pasukan gerilya: maju dua langkah, mundur selangkah. Paulus sudah menyelesaikan beberapa persoalan, namun beberapa persoalan lain tiba-tiba muncul. Ada laporan bahwa beberapa misionaris yang singgah ke kota itu membujuk umat Korintus melawan Paulus. Mereka meniupkan kecurigaan-kecurigaan kepada tujuan Paulus, mereka mencoretnya karena dianggap sebagai orang yang tidak rohani. Mereka menghayati suatu Injil yang berbeda.
Sekali lagi Paulus merasa disakiti hatinya dan marah. Ia menulis surat lagi. Sekarang ia menunjukkan bahwa ia juga dapat menjadi seorang pemberang dan kuat. Ia mengecam dan mengancam umat Korintus. Ia mengembalikan para “rasul super” itu pada tempatnya. Ia menelanjangi kedangkalan sikap mereka.
Surat ini ada dan sekarang disatukan dengan surat sebelumnya, oleh Paulus atau mungkin juga oleh orang lain dan merupakan bab 10-13 dari surat 2 Korintus.
Apa yang terjadi setelah itu? Tak seorang pun mengetahuinya. Sekali lagi Paulus mengunjungi Korintus. Kita tidak mempunyai informasi tentang kunjungan ini kecuali bahwa ia tinggal di rumah seorang Kristen yang kaya dan di sana ia menulis penjelasan lain tentang Kristianitas: surat kepada umat di Roma yang ditulis kira-kira tahun 56-57, enam atau tujuh tahun setelah ia pertama kali mengunjungi Korintus sebagai seorang misionaris miskin yang berharap dapat menabur benih Injil di kota orang-orang yang berbahu lebar dan keras ini.
Dari Korintus, Paulus menuju Tanah Suci. Ia tidak pernah kembali ke Korintus lagi. Di Yerusalem ia ditangkap dan kemudian di bawa ke Roma untuk diadili. Di kota itu, ia dihukum mati, kira-kira pada tahun 64.
Kita hampir tidak mengetahui apa-apa tentang umat Kristen satu generasi setelah Paulus. Ada sedikit peninggalan – sebuah prasasti batu – tentang seorang yang bernama Erastus, seorang Kristen kaya yang menaiki jenjang politik di kota itu dan menjadi komisaris pekerjaan umum. Tentunya ia adalah seorang kuat dan pemberani. Gereja Korintus setelah Paulus masih bertahan. Pada tahun 96, Gereja Roma sebagai Gereja yang memimpin Gereja-gereja lain dalam kasih menulis surat kepada Gereja Korintus.
Sumber: Sabda Allah bagi Anda - Oktober 1996
Penulis: Kevin Perrotta adalah seorang jurnalis Katolik dan sekarang adalah mantan editor dari God’s Word Today. Ia adalah penulis buku Six Weeks with the Bible, Invitation to Scripture, dan Your One-Stop Guide to the Bible. Kevin Perrotta tinggal di Ann Arbor, Michigan.
Lihat juga:
Surat Kedua kepada Gereja di Korintus
Surat Ketiga kepada Gereja di Korintus / Surat Paus St. Klemens