Kisah Jeffery Schwehm –
Pemilik Situs Katolik Eks-Saksi Yehowa
Saya terlahir di
New Orleans, Louisiana pada tahun 1967. Keluarga ayah saya adalah Katolik dan
keluarga ibu saya adalah Lutheran (Lutheran Church Missouri Synod – LCMS). Ibu
saya adalah pemimpin spiritual di keluarga kami. Saya bisa mengingat saya
menghadiri sekolah minggu di gereja Lutheran dan saya juga ingat saya
menghadiri kindergarten di gereja Lutheran di New Orleans. Ibu saya adalah
seorang Lutheran yang sungguh aktif. Ia mengajar sekolah Minggu kepada
anak-anak kecil dan adalah “room mother” bagi kelas kindergarten saya. Saya
dapat mengingat saya diajarkan untuk mencintai Kristus dan Kitab Suci. Saya
tahu bahwa saya telah dibaptis ketika saya masih bayi dan bahwa Yesus mencintai
saya. Saya ingat gereja menjadi tempat yang menyenangkan untuk dihadiri dan
saya secara khusus menikmati waktu dengan ibu saya dan anggota keluarga lainnya
dari pihak ibu saya di gereja. Hal ini semua berubah ketika nenek saya dari
pihak ibu meninggal. Saya berusia sekitar 5 tahun pada waktu itu.
Dalam satu tahun
setelah kematian nenek saya, ibu saya telah berhenti mengikuti gereja Lutheran
dan mulai mengikuti Balai Kerajaan Saksi-saksi Yehowa. Selama masa ini, ayah
saya ingin membawa kami anak-anaknya ke Misa Katolik pada waktu tertentu di
mana kami anak-anaknya semua akan segera tertidur pulas. Saya tidak tahu bahwa
ibu saya tidak lagi mengikuti gereja Lutheran sehingga saya memohon kepadanya
untuk kembali ke gereja Lutheran itu. Bagaimanapun juga, dengan segera seluruh
keluarga saya mulai mengikuti Balai Kerajaan Saksi-saksi Yehowa dan dalam
sekitar 3 tahun, ayah saya, orang tua ayah saya dan salah seorang saudari ayah
saya (semuanya Katolik) meninggalkan iman Katolik dan menjadi Saksi Yehowa.
Jadi, dari masa
saya berusia 5 tahun sampai 29 tahun, saya adalah seorang Saksi Yehowa. Sebagai
seorang Saksi Yehowa, saya menghadiri lima kali pertemuan selama seminggu.
Tidak ada layanan peribadatan. Semua pertemuan ini adalah kelas yang didesain
untuk mengajarkan bagaimana membawa orang-orang beragama lain pindah menjadi
Saksi Yehowa. Saya sungguh mengerjakan hal itu dengan baik. Saya mulai pergi
dari pintu ke pintu mendistribusikan literatur Watchtower ketika saya masih
berusia 6 tahun. Saya memberikan khotbah pertama saya di depan jemaat pada usia
8 tahun. Pada saat saya berusia 19 tahun, saya memberikan presentasi di
konvensi Para Saksi Yehowa yang dihadiri oleh ribuan Saksi Yehowa. Setelah
sekolah tinggi, saya menjadi pelayan pioneer Saksi Yehowa, yang berarti saya
menghabiskan 1000jam/tahun pergi berkarya dari pintu ke pintu. Dengan segera,
saya diundang untuk melayani di Kantor Pusat dari Saksi Yehowa Se-dunia di
Brooklyn, New York, yang mana menjadi tempat saya bertemu dengan wanita yang kelak
akan menjadi istri saya, Kathy. Saya menghabiskan waktu setahun di sana.
Kathy dan saya
pindah ke Lousiana setelah meninggalkan kantor pusat dan kami menikah pada
Agustus 1988. Saya mulai mengikuti kuliah dan mendapat sebuah gelar sarjana di
ilmu kimia dari Universitas Lousiana Tenggara pada tahun 1993. Kathy dan saya
kemudian pindah ke Arkansas pada tahun 1994 sehingga saya dapat mengikuti
sekolah pasca-sarjana di Universitas Arkansas. Saya membaktikan seluruh waktu
saya untuk studi-studi pasca-sarjana di bidang biokimia dan meninggalkan Allah
di belakang. Kami hidup selama beberapa tahun dalam masa yang Kathy gambarkan
sebagai “limbo rohani” di mana saya bahkan mempertanyakan cinta kasih Allah
kepada saya. Seperti orang-orang Israel, saya memiliki sebuah memori singkat
mengenai semua berkat Allah yang diberikan kepada saya, salah seorang
putra-Nya, yang tidak mengenal-Nya dengan baik.
Namun, Allah
mengizinkan saya untuk terlibat diskusi dengan banyak orang Kristen, kebanyakan
orang-orang Protestan, di internet selama masa ini dan diskusi-diskusi mereka
dengan saya sungguh sangat membantu. Pada beberapa poin, Kathy dan saya berdua
mengekpresikan keyakinan kami kepada Allah dan keinginan kami untuk menyembah
bersama dengan umat beriman lain. Sekitar masa ini, saya mulai melakukan riset
di area doktrinal yang besar di mana Saksi Yehowa dan orang-orang Kristen
umumnya tidak saling setuju dan menyadari bahwa gereja-gereja Kristen jalur
utama menggambarkan ajaran-ajaran iman Kristiani historis lebih baik daripada
Saksi-saksi Yehowa.
Kathy dan saya
ingin menemukan sebuah gereja untuk saya ikuti dan saya telah berbicara dengan
sanak saudara Lutheran saya sehingga saya memutuskan bahwa kami sebaiknya
menjadi anggota gereja Lutheran. Dengan segera, kami mengikuti sebuah gereja
Lutheran di Arkansas yang menjadi anggota Gereja Lutheran Sinode Missouri. Kami
bergabung dengan gereja tersebut sekitar satu tahun sebelum saya menyelesaikan
sekolah pasca-sarjana saya. Sekali waktu saya menyelesaikan sekolah
pascasarjana saya, saya mulai mengajar di Universitas Concordia di Seward,
Nebraska pada bulan Januari 1999. Kampus ini adalah bagia dari Sistem
Universitas Concordia yang dimiliki dan dijalankan oleh Gereja Lutheran Sinode
Missouri. Setelah tiba di Nebraska, Kathy dan saya berpikir bahwa kami akhirnya
“telah berada di rumah”. Bagaimanapun juga, Allah ingin memberikan kami lebih
banyak.
Ketika pertama
kali kami pindah ke Seward, Nebraska, orang-orang Mormon baru saja memulai
membangun sebuah gereja di kota kecil ini. Mereka telah dikunjungi oleh banyak
umat Lutheran sehingga gereja Lutheran lokal memutuskan untuk mengajarkan kelas
Sekolah Minggu mengenai ajaran-ajaran Mormon [demi menghindari perpindahan umat
Lutheran ke Mormon]. Salah satu komentar dari Pastor yang memimpin diskusi
adalah bahwa gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus akan selalu ada dan tidak
akan pernah dihancurkan. Dia membuat poin ini karena Mormon mengajarkan (sama
seperti Saksi Yehowa) bahwa gereja perdana telah jatuh murtad pada suatu titik
waktu tertentu dalam sejarahnya dan bahwa Allah memilih Joseph Smith (Saksi
Yehowa akan berkata Charles Russell) untuk mengembalikan gereja-Nya yang benar
di bumi. Pastor itu mengutip ayat ini:
“Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” – Mat 16:18
Saya duduk di sebelah
Kathy dan saya mengambil selembar kertas dan mengajukan pertanyaan. “Bila
ini benar, maka apa yang sedang dilakukan oleh Luther ketika dia memisahkan
diri dari Gereja Katolik?” Adalah juga “dengan keras” selama masa ini
bahwa saya mulai untuk mencoba membagi iman Kristiani yang baru saya temukan
dengan beberapa teman saya yang baru saja meninggalkan Saksi Yehowa. Saya mencoba
untuk menunjukkan kepada mereka bahwa beberapa ajaran tertentu seperti
Trinitas, immortalitas jiwa, dll adalah ajaran-ajaran iman Kristiani yang benar
dan bahwa Saksi Yehowa salah menolak ajaran-ajaran ini. Saya menggunakan Kitab
Suci untuk membuktikan ajaran-ajaran itu kepada mereka. Respon mereka, “Bagaimana
saya tahu penafsiran kamu adalah benar karena ketika kami dulu Saksi Yehowa,
kami akan menafsirkan ayat-ayat itu 180 derajat bertentangan?”
Jadi, saya berkata
kepada diri saya sendiri, “Saya bertaruh ada tulisan-tulisan lain dari
orang-orang Kristiani yang berada di sekitar masa Para Rasul yang dapat memberikan
terang mengenai apa yang Gereja Perdana sungguh percayai.” Jadi, saya
mulai membaca tulisan Para Bapa Gereja. Pertama, saya membaca beberapa surat
yang ditulis sekitar tahun 98 AD oleh seorang Uskup Kristiani bernama Ignatius.
Dalam suratnya, dia berbicara mengenai Kehadiran Nyata Kristus dalam Sakramen
Ekaristi dan dia mengajarkan Yesus adalah Allah. Bagaimanapun, Ignatius juga
menggambarkan Gereja Perdana sebagai “Gereja Katolik” dan dia berkata bahwa
“gereja yang benar adalah gereja di mana uskup berada”. Sebagai seorang
Lutheran kami tidak memiliki uskup [yang valid], saya menemukan pemahaman
mengenai Gereja ini menyulitkan. Saya juga membaca sebuah buku ditulis oleh
seorang uskup abad ke-3 bernama Eusebius mengenai sejarah Gereja Kristiani.
Eusebius menggambarkan gereja perdana sedemikian rupa sehingga saya dapat lihat
bahwa gereja perdana terlihat lebih banyak kemiripan dengan Gereja Katolik.
Perbedaan utama adalah bahwa Gereja Katolik pada masa ini jauh lebih besar
[dari Gereja Perdana].
Saya bahkan
membaca sebuah buku sejarah gereja di mana sejarahwan Protestan mengakui bahwa
Gereja menggunakan suksesi apostolik (meskipun dia tidak menyebut demikian,
tetapi ia menggambarkan bagaimana suksesi apostolik ini bekerja) untuk melawan
ajaran-ajaran sesat pada abad ke-2. Dan, saya menemukan bahwa
jika bukan karena Gereja Katolik,
saya tidak akan tahu kitab apa saja yang termasuk ke dalam
Perjanjian Baru karena mereka (Gereja
Katolik) memutuskannya untuk saya
di sekitar abad ke-4 setelah Kristus!
Sekarang, kamu
mungkin akan berpikir bahwa dengan semua data ini, saya segera akan menjadi
Katolik saat itu juga. Tetapi, jawabannya adalah tidak. Pada waktu itu, saya
bertemu kembali dengan seorang teman dari sekolah tinggi. Namanya adalah Jim.
Sekarang ia adalah Romo Jim dan ia adalah seorang Imam Katolik. Romo Jim
sendiri adalah seorang yang berpindah ke dalam Gereja Katolik. Ia dibesarkan
sebagai seorang umat Presbiterian. Romo Jim dan saya melakukan diskusi-diskusi
mendalam mengenai ajaran agama dan sejarah melalui email dan kami seringkali
saling setuju. Romo Jim berkata bahwa saya lebih Katolik daripada beberapa umat
parokinya. Tetapi, saya selalu berkata, “Saya belum siap untuk menyeberangi sungai
Tiber.” Dan dia berkata, “Apa yang Roh Kudus harus lakukan? Memukul
kepalamu dengan sebuah 2 x 4?” Akhirnya Romo Jim menantang saya untuk
membaca Katekismus Gereja Katolik dan berkata bila saya menemukan apapun yang
salah dengan KGK itu, beritahu kepadanya; dan bila saya tidak menemukan
kesalahan berarti saya tahu apa yang harus saya lakukan. Jadi, selama musim
panan 2002, saya menyelesaikan membaca Katekismus Gereja Katolik dan beberapa
buku lainnya yang ditulis oleh Scott Hahn dan setelah waktu ini, Allah akhirnya
menemukan 2x4-nya. Saya pulang ke rumah dan memberitahu istri saya bahwa ini
adalah saatnya saya menjadi Katolik.
Kathy dan saya
setuju untuk mengikuti program RCIA (katekumenat) di Katedral Kristus Bangkit
di Lincoln, Nebraska. Program ini mengajarkan saya bagaimana menjadi Katolik
dalam sense yang berbeda sejak saya menjadi seorang Katolik dalam sense
akademik. Sementara saya mengikuti RCIA, saya diajarkan bagaimana mengikuti
Misa Kudus dan bagaimana cara untuk berdoa Rosario serta Ibadat Harian. Selama
waktu ini, istri saya, Kathy, juga menyadari bahwa masa itu adalah saatnya ia
pulang ke dalam Gereja Katolik. Jadi, pada Malam Paskah tahun 2003, Kathy
pulang kembali ke Gereja Katolik dan pada Minggu Pentakosta tahun 2003, saya
mendapatkan keistimewaan untuk memasuki Gereja Katolik yang kudus juga.
Temukan juga kesaksian-kesaksian lainnya di link ini.
Pax et Bonum
follow Indonesian
Papist's Twitter